Alasan TNI AL Tak Kerahkan Kapal Tempur Utama di Natuna
- Antara/ Mohamad Hamzah
VIVA.co.id – Insiden penangkapan kapal nelayan China di perairan Natuna oleh TNI Angkatan Laut berujung protes dari pemerintah negeri Tirai Bambu kepada pemerintah RI. China mengklaim perairan Natuna sebagai traditional fishing ground nelayan China.
Namun, menurut Panglima Komando Armada Barat (Pangkoarmabar) Laksamana Muda Taufiqoerrochman klaim China terhadap Laut China Selatan tidak pernah diakui dunia. Sebab, klaim China atas laut yang tengah jadi sengketa sejumlah negara itu hanya berdasarkan wilayah tradisional penangkapan ikan atau 'Traditional Fishing Ground'.
"Dunia internasional tidak mengenal istilah itu," kata Taufiq di Mako Lantamal III, Gunung Sahari, Jakarta Utara, Jumat 24 Juni 2016.
Taufiq menegaskan pemerintah Indonesia hanya mengakui traditional fishing right di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka. Kesepakatan itu ditandatangani bersama antara pemerintah Indonesia dan Malaysia.
Kendati begitu, jenderal bintang dua ini menganggap wajar ketika China menempatkan beberapa coast guard-nya di Laut China Selatan.
"Ketika negara melaukan klaim, maka biasanya diikuti dengan adanya armada di lokasi," ujarnya.
Sementara itu, sikap Indonesia lanjut Taufiq, tetap menempatkan kapal-kapal perangnya di perairan Natuna, yang selama ini diklaim merupakan wilayah tradisional penangkapan ikan China. Namun, bukan kapal perang kekuatan tempur yang standby di Natuna, tapi hanya kapal patroli pesisir.
"Kapal patroli offshore patrol vessel. Saya tidak kerahkan kekuatan tempur ke sana (Natuna). Dengan yang ada sekarang masih bisa dikendalikan, karens sifat dasar operasi laut itu tidak menduduki, tapi mengendalikan," tegasnya.
Sayangnya, mantan Komandan Satgas pembebasan sandera MV Sinar Kudus di Somalia itu tak bersedia merinci berapa unit KRI yang dikerahkan di Natuna, dengan alasan rahasia.