Ini Cara Kota Malang Jalin Kerukunan Umat Budha dan Muslim
- VIVA.co.id/D.A Pitaloka
VIVA.co.id – Ratusan pria dan wanita berjajar menunggu giliran mendapatkan sepiring nasi dan lauk untuk berbuka di sebuah bangunan bekas garasi, di tepi Jalan raya wahidin, Lawang.
Setiap kali Ramadan, Paguyuban Metta selalu menyediakan buka gratis di tempat yang sama. Meskipun sebagian besar anggota paguyuban adalah umat Budha yang tak makan daging, namun menu buka puasa selalu banyak menggunakan daging. Semua masakan juga disiapkan sendiri oleh anggota Paguyuban.
"Ini menunya sambal goreng kentang dan ayam kecap, masaknya dicicil tiga hari biar tidak ndadak," kata Indrawati, anggota Paguyuban yang kebagian giliran memasak untuk buka pada Rabu 22 Juni 2016.
Wanita paruh baya itu memasak untuk 300 porsi, jumlah rata-rata yang disediakan di setiap petang. Semua proses memasak dilakukan tak beda dengan caranya memasak makanan sendiri. Meskipun dia tak makan daging, namun Indrawati tetap memasak ayam untuk menu buka hari itu.
"Masaknya ya sama, semuanya halal. Besok menunya kari ayam. Kemarin bali telor," imbuh Eli, rekan Indrawati yang juga membantu proses memasak.
FOTO: Warga antre mengambil menu berbuka puasa gratis di Paguyuban Metta/D.A Pitaloka
Tahun ini adalah Ramadan ke-18 bagi anggota Paguyuban Metta untuk menyiapkan buka gratis di tempat yang sama. Masing-masing anggota paguyuban yang sebagian besar berisi umat Budha menyumbang dengan berbagai kemampuan mereka.
"Tahun lalu banyak rumah makan yang ikut menyumbang makanan," kata Untari, wanita beragama Katolik yang juga ikut membantu proses buka puasa gratis. Bantuan juga tak datang dari sekitar Malang saja, tetapi juga dari Tulungagung hingga Jombang. " Kami membantu tak melihat agamanya apa, kaya atau miskin, puasa atau tidak. Kami membantu dengan iklas," katanya.
Ratna, mengatakan sering berbuka di tempat itu setiap Ramadan. Warga Malang itu suka dengan menu yang disediakan panitia setempat. Dia juga melihat ada upaya untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. "Bagus untuk menjaga kerukunan antar umat," katanya.
Seluruh peserta buka bergiliran untuk menerima sepiring nasi berisi lauk. Kemudian mereka makan dengan cara lesehan. Beberapa diantaranya duduk di atas kursi yang disediakan panitia. Jika nasi dan lauk masih tersedia, pengunjung bisa meminta tambah.
Ada teh hangat yang bisa diambil gratis. Pengunjung cukup membawa botol atau gelas masing-masing untuk mengambil teh hangat yang memenuhi dua kuali besar. "Saya selalu ke sini setiap tahun, makanannya enak, saya juga tak masalah duduk lesehan," kata Helix, pria yang tinggal di sekitar Vihara.
Lokasi buka puasa terletak sekitar lima meter di kiri Vihara Sanggar Suci, tempat Paguyuban Metta dibentuk oleh Rohaniwan vihara, Winantea Listiahadi. Pendeta Budha itu pula yang mengawali kegiatan buka gratis di tahun 1998.
"Saat itu sedang krisis moneter, harga daging dan buah melambung tinggi, kami ingin membantu dengan buka gratis," kata winantea.
Lewat paguyuban Metta, kegiatan buka puasa bersama rutin berlangsung setiap tahun. Paguyuban metta sendiri terbentuk dari berbagai anggita dengan latar agama berbeda. "Mayoritas budha tetapi ada pula yang Masrano dan Islam. Buka puasa ini tidak ada bujet khusus karena semua diserahkan pada anggota," katanya.
Winantea berharap buka puasa gratis bisa berlangsung selamanya. "Kegiatan ini baik untuk merawat kerukunan antar umat," kata dia.
(ren)