LPSK: Banyak Kasus Kekerasan Anak Mandek
- Antara
VIVA.co.id – Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai menemukan kasus kekerasan seksual terhadap anak banyak yang terbengkalai atau proses hukumnya tidak berjalan. Menurut Haris, banyak kasus kekerasan terhadap anak itu berhenti di tangan penegak hukum, misalnya karena alasan bukti yang tak cukup.
"Banyak kasus kekerasan seksual tidak sampai di pengadilan. Meskipun korban sudah lapor, banyak kasus terbengkalai, yang membuat korban sendiri semakin menderita karena proses tidak berjalan. Alasan bermacam-macam, misalnya karena kurang bukti," kata Haris kepada wartawan dalam keterangan persnya, Rabu 22 Juni 2016
Haris mencontohkan salah satu kasus yang terbengkalai, yakni penanganan kasus pencabulan oleh seorang kakek di Sulawesi Utara, yang terhenti di kepolisian lantaran dianggap alat bukti yang kurang. Padahal, hasil pemeriksaan psikolog menemukan bukti benar bahwa telah terjadi pencabulan.
LPSK berharap keterangan saksi ahli itu bisa menjadi bukti bagi penyidik. Karena dalam beberapa kasus kekerasan seksual sulit terungkap karena saksi enggan menceritakan disebabkan oleh ancaman dari pelaku tindak pidana. Upaya LPSK soal lambatnya penanganan ini bisa dengan menyurati polisi, atau sampai ke Inspektur Pengawas Umun Polri atau Komisi Kepolisian Nasional.
"Biasanya normatif kita kirim surat. Nanti dijawab. Atau kita langsung ke Irwasum Polri atau Kompolnas," jelas Haris.
LPSK juga menyoroti masalah hukuman terhadap pelaku tindak pidana yang terkadang ringan di pengadilan. Salah satu contohnya yakni kasus yang melibatkan artis Saiful Jamil. Dalam putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara Saiful Jamil menerima vonis tiga tahun penjara.
Apalagi, lanjutnya, belakangan muncul kasus suap dalam perkara Saiful Jamil, meskipun pihaknya belum menemukan keterkaitannya dengan hasil putusan PN Jakarta Utara. Namun hukuman tiga tahun yang dijatuhkan kepada pelaku, merupakan hal yang sangat menyakitkan bagi korban.
"Putusan SJ banyak dikritik terutama dikalangan penggiat masalah anak," ujarnya.
LPSK sampai semester satu atau setengah tahun ini, sudah melayani perlindungan terhadap 54 anak, yang mengalami berbagai kasus seperti tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kekerasan seksual, penganiayaan dan tindak pidana lainnya.
Sementara data pengajuan permohonan perlindungan terkait kasus seperti eksploitasi anak dan persetubuhan, pencabulan anak di bawah umur, kekerasan seksual, dan tindak pidana lain mencapai 33 orang.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), LPSK menyatakan untuk tahun 2015 lalu terdapat 1.726 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sementara data Komnas Perempuan, menurutnya tahun lalu mencapai 6.439 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
"Ini bukan jumlah yang sedikit dalam kasus kekerasan seksual. Makanya banyak pihak menyatakan darurat (kekerasan seksual)," jelasnya.