Dua Pejabat PT Brantas Abipraya Didakwa Suap Kajati DKI

Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya, Sudi Wantoko.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA.co.id – Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya (Persero), Sudi Wantoko, dan Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya, Dandung Pamularno, didakwa bersama-sama memberikan atau mencoba memberikan suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI ,Tomo Sitepu. Suap sebesar US$186.035 atau Rp2,5 miliar itu diberikan melalui perantara bernama Marudut.

KPK Buka Peluang Penyelidikan Baru Kasus Suap Kajati DKI

"Dengan maksud supaya Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu menghentikan penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya yang dilakukan terdakwa I (Sudi Wantoko)," kata Jaksa Irene Putri saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 22 Juni 2016.

Penuntut Umum menuturkan, perkara ini berawal saat Sudung menerbitkan surat perintah penyelidikan dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya pada 15 Maret 2016. Dugaan korupsi yang dilakukan Sudi Wantoko itu diduga merugikan negara hingga sebesar Rp7.028.400.724.

Trio Penyuap Kajati DKI Dieksekusi ke Lapas Sukamiskin

Terkait penyelidikan itu, Tomo Sitepu selaku Aspidsus Kejati DKI memanggil sejumlah staf PT Brantas Abipraya untuk diminta keterangannya. Kendati masih berstatus penyelidikan, surat permintaan keterangan dari Kejati DKI Jakarta telah mencantumkan Sudi Wantoko sebagai orang yang diduga melakukan korupsi.

Adanya pemanggilan tersebut, Sudi Wantoko mempunyai pemahaman bahwa, penanganan perkara tersebut, telah masuk ke tahap penyidikan dan dirinya merupakan tersangka dari kasus itu. Sudi lantas meminta bantuan Dandung untuk menghentikan kasus itu.

Abaikan Putusan Hakim, Pimpinan KPK Langgar Kode Etik

Dandung yang diminta bantuan, kemudian mendapat informasi bahwa Sudung Situmorang kenal dekat dengan Marudut. Sudi menyetujui upaya penghentian kasus itu dilakukan dengan melalui Marudut.

Pertemuan antara Dandung yang ditemani stafnya, Khairiansyah dan Joko Widiyantoro dengan Marudut dilakukan di Club House Lapangan Golf Pondok Indah Jakarta pada 22 Maret 2016. Pada pertemuan itu, Dandung meminta Marudut untuk menyampaikan kepada Sudung untuk menghentikan penyelidikan perkara PT Brantas.

"Atas permintaan itu, Marudut menyanggupinya dan akan segera membicarakannya dengan Sudung Situmorang," kata Jaksa Irene.

Marudut yang kemudian menemui Sudung Situmorang dan Tomo menyampaikan permintaan Dandung. Sudung lantas memerintahkan Marudut untuk membicarakan lebih lanjut terkait hal tersebut kepada Tomo Sitepu.

Tomo menyampaikan,  kasus PT Brantas Abipraya sudah masuk tahap penyidikan, kendati sebenarnya masih dalam tahap penyelidikan. Tomo menyetujui penghentian kasus dengan syarat Sudi memberikan sejumlah uang.

Sudi menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp2,5 miliar untuk diberikan kepada Sudung dan Tomo. Uang yang diambil dari kas PT Brantas Abipraya itu ditukar menjadi US$186.035.

Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Dandung pada 31 Maret 2016. Dandung sempat menyisihkan US$37.200. "Sebagai persediaan membiayai makan dan golf dengan Sudung Situmorang," ujar Jaksa.

Sisa uang sebesar US$148.835 dalam plastik hitam diserahkan kepada Marudut di toilet lantai 5 Hotel Best Western The Hive Jakarta Timur. Marudut sempat menghubungi Sudung dan Tomo dengan maksud memberikan uang tersebut di Kantor Kejati DKI Jakarta.

Usai dihubungi Marudut, Sudung dan Tomo mempersilahkan dia untuk datang ke Kantor Kejati. Namun dalam Marudut ditangkap oleh Petugas KPK.

Atas perbuatannya, Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 53 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

(ren)

 

Abdullah Hehamahua, Penasehat KPK

KPK Disarankan Eksaminasi Putusan Kasus Suap Kajati DKI

Eksaminasi bisa ketahui ada tidaknya kejanggalan dan pelanggaran etika

img_title
VIVA.co.id
20 September 2016