Menlu Retno Minta Tudingan Kejanggalan Kasus JIS Dibuktikan
- Reuters/Darren Whiteside
VIVA.co.id – Menteri Luar Negeri, Retno Lestari Priansari Marsudi menegaskan,kasus pencabulan anak di bawah umur oleh Neil Bantleman guru Jakarta International School (JIS) asal Kanada adalah masalah hukum.
Karena itu, jika ada tudingan-tudingan yang diarahkan atas penanganan perkaranya. Maka tudingan tersebut harus juga bisa dibuktikan secara hukum.
"Kesimpulannya, bahwa ini adalah masalah hukum. Dengan putusan Mahkamah Agung, maka kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap," kata Retno di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat 15, Jakarta Pusat, Rabu 22 Juni 2016.
Retno memastikan, kasus ini adalah kasus hukum, untuk itu pemerintah akan profesional menangani perkaranya sesuai hukum yang berlaku dan tak akan terpengaruh dengan intimidasi pihak-pihak tertentu.
"We try to be very professional. Ini adalah masalah hukum maka kita akan tangani secara hukum. Saya katakan bahwa ini adalah kasus hukum dan kita tahu semua di negara demokrasi tentunya juga di Kanada, di Indonesia bahwa pemerintah tak bisa mencampuri proses hukum yang sedang berlangsung," ujar Retno menegaskan.
Atas sejumlah kejanggalan dalam perkara JIS yang dituduhkan banyak pihak, Retno meminta agar hal tersebut dibuktikan secara hukum.
"Silahkan dibuktikan kalau ada tuduhan-tuduhan seperti itu. Sekali lagi ini adalah masalah hukum silahkan dibuktikan secara hukum," ujarnya menantang.
Retno juga mengingatkan, dalam penyelesaian perkara ini, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah Kanada untuk menindaklanjuti proses hukum yang ada atau tidak.
"Saya tekankan sekali lagi bahwa ini adalah masalah hukum. Silahkan masih ada legal avenue (opsi hukum) yang bisa diambil oleh pihak Kanada. Silahkan disampaikan, ditindaklanjuti, yang jelas salinan putusan dari MA sudah kita serahkan pada 9 Juni 2016. Putusan MA atas kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap," terang Retno.
Kementerian Luar Negeri telah menyerahkan salinan putusan Mahkamah Agung kepada Duta Besar Kanada di Jakarta terkait kasus yang menjerat Neil Bantleman, pada 9 Juni 2016 lalu. Menurut dia, permintaan salinan putusan MA itu diminta langsung oleh Menteri Luar Negeri Kanada Stephane Dion ketika bertemu dengan dirinya dalam suatu pertemuan membahas perdamaian Palestina-Israel di Paris Perancis 3 Juni 2016 lalu.
"Waktu saya ketemu tanggal 3 itu, mereka meminta berkas salinannya. Jadi makanya tanggal 9 itu kita sampaikan berkas salinan putusannya," kata Retno.
Dengan diterimanya berkas salinan putusan MA itu, maka pemerintah Kanada kata Retno, bisa menempuh opsi hukum untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan yang dikeluarkan oleh MA.
"Jadi usai salinan itu diterima masih ada legal avenue yang bisa diambil oleh pihak Kanada. Kita serahkan kepada pihak Kanada apakah akan melakukan PK atau tidak. Maka dengan menerima salinan putusan itu, kalau mereka mau PK, maka proses PK sudah bisa berjalan."
Untuk diketahui, pada 24 Februari 2016 lalu, MA memutuskan menganulir putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang sebelumnya memutus bebas Neil Bantleman. Menurut MA, ada penerapan hukum keliru dalam putusan Pengadilan Tinggi yang menganulir vonis 10 tahun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sementara Pengadilan Tinggi menilai pertimbangan majelis hakim PN Jaksel tidak tepat karena berdasarkan keterangan korban yang masih di bawah umur dan keterangan saksi ahli. Selain itu, terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara JIS. Salah satunya menyangkut hasil visum yang dijadikan salah satu dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kejanggalan-kejanggalan juga muncul dalam perkara lain JIS dengan terdakwa enam petugas kebersihan, yaitu Virgiawan Amin, Agun Iskandar, Zainal Abidin, Syahrial, (Alm.) Azwar, dan Afrischa Setyani, yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap MAK, anak pelapor kasus ini.
Salah satu kejanggalannya, Azwar meninggal dunia saat masih dalam proses penyidikan Polda Metro Jaya, dengan wajah ditemukan penuh lebam dan bibir pecah. Anehnya, polisi selalu menolak melakukan otopsi terhadap jenazah Azwar.
(mus)