Kata Pakar Soal Penyebab Bencana Longsor Purworejo

Ilustrasi korban bencana longsor.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

VIVA.co.id – Pakar kebencanaan UGM, Dwikorita Karnawati, mengatakan bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang menyebabkan puluhan korban meninggal dunia dipicu oleh beberapa hal.

Bertemu PM Papua Nugini, Jokowi Sampaikan Dukacita Atas Bencana Tanah Longsor

Hal tersebut, seperti kondisi lereng bukit yang cukup tajam, susunan tanah yang gembur, serta curah hujan yang cukup tinggi. Curah hujan di Purworejo kemarin, menurut Dwikorita, mencapai 130 milimeter.

“Longsor Banjarnegara dulu curah hujannya mencapai 113 milimeter per hari. Longsor di Purworejo kemarin dipicu oleh beberapa faktor tersebut,” katanya, Selasa, 21 Juni 2016.

Longsor di Timika Papua, 7 Orang Meninggal Dunia

Menurut Rektor UGM, dengan kejadian bencana tanah longsor di Purworejo dan daerah lain di Jawa Tengah, maka tata ruang yang disusun harus terintegrasi dengan lokasi zona bencana, seperti rentan tanah longsor dan banjir. 

Selain itu, diperlukan sikap patuh dari warga di sekitar zona bahaya terhadap rambu-rambu yang telah terpasang. Hal ini diperlukan untuk menghindari timbulnya korban jiwa, khususnya akibat longsor, seperti yang terjadi di Purworejo baru-baru ini.

Tinjau Korban Bencana di Sumbar, Fadli Zon: Perbaikan Infrastruktur Berjalan Cepat

“Perlu mengedukasi masyarakat terhadap zona bahaya tersebut agar mereka taat dan mematuhi rambu-rambu yang ada,” ujarnya.

Dwikorita mengatakan, pemetaan zona bahaya bencana telah disusun oleh masing-masing daerah. Pemetaan tersebut seharusnya kemudian diintegrasikan ke pemetaan tata ruang. Jika masyarakat patuh dengan tata ruang dan rambu-rambu pada zona bahaya tersebut, maka tidak akan terjadi munculnya korban jiwa.

“Zona bahaya, misalnya, bukan untuk lokasi budidaya tanaman atau permukiman. Dan itu masyarakat harus patuh,” paparnya.

Jika masyarakat ‘terpaksa’ tinggal di daerah yang rentan bencana maka mereka harus beradaptasi. Misalnya, mengetahui tanda-tanda lereng yang berbahaya, jangan berada di lokasi rawan longsor ketika atau setelah hujan, jangan menanam tanaman yang ‘berat’ seperti jati atau bambu, maupun jangan ‘memotong’ kaki lereng bukit.

Senada dengan itu, pakar kebencanaan UGM lainnya, Agung Setianto, menambahkan lokasi rawan bencana cukup merata di Jawa Tengah, seperti Purworejo, Kebumen, Wonosobo, Temanggung, Semarang, Karanganyar, Batang, Magelang, dan lainnya. 

Agung mengakui, adanya kendala dalam mitigasi bencana, di antaranya ketersediaan data yang belum detail. 

Selain itu, secara sosial masyarakat yang tinggal di sekitar daerah rawan bencana tidak mau pindah ke lokasi yang lebih aman.

“Misalnya, peta geologi. Data yang tersedianya tidak detail,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya