Perda Dibatalkan, Daerah Bisa Banding ke Pemerintah Pusat
- VIVA.co.id/M. Ali. Wafa
VIVA.co.id - Pemerintah Daerah bisa mengajukan banding atas pembatalan suatu peraturan daerah (perda) ke Presiden dan Menteri Dalam Negeri maksimal 14 hari, usai Perda tersebut dibatalkan. Untuk Perda di tingkat Kabupaten/Kota bisa dibatalkan oleh provinsi dalam hal ini gubernur. Sedangkan untuk perda di tingkat provinsi bisa dibatalkan oleh pemerintah pusat yakni Menteri Dalam Negeri.
"Apabila gubernur tidak membatalkan perda kabupaten/kota yang bertentangan, maka bisa dibatalkan Mendagri. Ini adalah domain dari excutive review," kata Direktur Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara 7, Jakarta Pusat, Jumat, 17 Juni 2016.
Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 251 ayat 7 dan 8 diatur mengenai ketentuan banding atas pembatalan perda tersebut.
Pertama, pasal (7) berbunyi bahwa dalam hal penyelenggara pemerintahan daerah provinsi tidak dapat menerima keputusan pembatalan perda provinsi dan gubernur tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan gubernur dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, gubernur dapat mengajukan keberatan kepada presiden paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan perda atau peraturan gubernur diterima.
Kedua, pasal (8) berbunyi bahwa dalam hal penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan perda kabupaten/kota dan bupati/wali kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan bupati/wali kota, dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, bupati/wali kota dapat mengajukan keberatan kepada menteri paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan perda kabupaten/kota atau peraturan bupati/wali kota diterima.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Yuswandi A Temenggung, mengatakan bahwa pembatalan 3.143 peraturan daerah (perda) yang mayoritas terkait soal investasi, sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Bahkan, mereka sudah melakukan evalusi di 3 regional, yaitu Lombok, Jakarta dan Bali.
"Diskusi menghasilkan rumusan 3.143 itu. Jadi tidak hanya pemerintah pusat, gubernur di provinsi itu juga melakukan hal yang sama," ungkap Yuswandi di tempat yang sama.
Yuswandi menuturkan, pembatalan ribuan perda itu juga bukan tanpa alasan. Dia menegaskan bahwa pemerintah memiliki ukuran yang cukup objektif dan rasional.
"Ini semua pertimbangan terutama yang terkait dengan konsistensi peraturan perundangan di atasnya. Hambat investasi, kepentingan umum, pelayanan publik. Parameter ini yang digunakan mulai dari proses evaluasi dan pembatalan perda," kata dia.
Yuswandi juga merinci 3.143 seluruh peraturan yang dibatalkan, di tingkat provinsi misalnya, total 1.1765 perda, kabupaten/kota 1.267 perda, dan tingkat pusat atau Kemendagri total sebanyak 111 peraturan menteri dalam negeri (permendagri) yang dibatalkan.
"Langkah ini sesuai dengan Undang Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, pasal 251, ayat 1, 2, 3. Bahwa Kemendagri punya kewenangan untuk membatalkan perda di tingkat provinsi, kabupaten/kota. Kalau gubernur bisa batalkan perda di tingkat di kabupaten/kota," tutur Yuswandi.