Kasus Salim Kancil Belum Bongkar Mafia Tambang
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id – Peristiwa pengeroyokan dan pembunuhan aktivis antitambang Salim Kancil di Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, pada September 2015 sudah disidangkan di pengadilan. Saat ini persidangan sudah masuk agenda putusan. Tapi proses di pengadilan itu dianggap belum menyingkap mafia pertambangan di kabupaten tersebut.
Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar Hijau, Abdullah Al-Kuds, menilai permasalahan utama pada tragedi Salim Kancil yaitu perusakan lingkungan di pesisir selatan Lumajang, akibat eksplorasi semena-mena oleh pihak tertentu selama satu dekade terakhir.
Menurutnya, penganiayaan Salim Kancil dan Tosan, rekan Salim Kancil merupakan gunung es dari persoalan lingkungan. "Tapi pengadilan belum mampu membongkar permasalahan utama kasus ini," kata Abdullah saat mengawal sidang perkara Salim Kancil di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis, 16 Juni 2016.
Dia menganalisis, alur sidang kasus Salim Kancil seakan sengaja diarahkan agar tidak sampai menyingkap adanya peran mafia tambang. Sudah begitu, pertanggungjawaban hukuman yang akan diterima para terdakwa penganiayaan dan pembunuhan Salim Kancil cenderung meringankan.
Dengan begitu, menurutnya, sidang Salim Kancil dirasa masih belum memenuhi rasa keadilan. Karena itu ia mengajak seluruh elemen masyarakat agar mengawal kasus Salim Kancil. "Sidang kasus ini akan jadi pembuktian, apakah sesuai harapan keadilan dan tidak tunduk pada mafia perusak sumber daya alam," ujar Abdullah.
Pria yang akrab disapa Gus Aab itu berjanji akan membeberkan data-data soal perusahaan dan siapa saja yang menikmati tambang pasir Lumajang, setelah perkara Salim Kancil selesai disidang. "Saya ada datanya, dan ternyata juga ada perusahaan besar," ujarnya.