Kepala BIN Kritik Wacana Intelijen Pertahanan
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso akhirnya merespons wacana yang digulirkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang ingin membentuk badan intelijen Kemenhan atau intelijen pertahanan. Menurut Sutiyoso, Undang-undang memungkinkan Kementerian mempunyai badan intelijen sendiri.
"Tetapi dalam UU BIN itu disebutkan penyelenggara intelijen pertahanan itu adalah TNI, dalam hal ini BAIS (Badan Intelijen Strategis)," kata Sutiyoso di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 16 Juni 2016.
Sutiyoso mengingatkan bahwa BIN adalah koordinator semua intelijen yang ada di negeri ini, baik itu di lembaga Kepolisian, TNI, Kejaksaan, Kementerian dan Non-Kementerian.
"Di tingkat pusat itu namanya Kominpus (Komite Intelijen Pusat), saya pimpin langsung. Lalu di daerah itu namanya Komite Intelijen Daerah, yang pimpin Kabinda. Jadi di daerah misalnya intelijen Kodam, Polda, Bea Cukai yang ada di sana, koordinatornya Kabinda," tuturnya.
Kemudian lanjut dia, UU BIN disebutkan bahwa Kominpus paling tidak sebulan sekali harus rapat melakukan koordinasi, dan dapat dilakukan kapan saja jika mendesak. Dalam rapat itu kemudian terwakili semua lembaga intelijen yang ada.
"Dalam pasal berikutnya disebutkan juga bahwa para peserta rapat wajib melaporkan ke pimpinan lembaganya masing-masing. Mungkin dalam konteks ini merasa Kemenhan belum dapat info itu. Asumsi saya dapat dari BAIS itu tadi kan," ujarnya.
UU tentang intelijen itu katanya, memang bisa multitafsir. Sebab, setiap lembaga atau kementerian bisa punya unit yang membidangi intelijen atau sejenisnya. Namun keperluan untuk membuat badan baru seperti intelijen pertahanan memang harus mengacu pada UU intelijen agar tidak bentrok.
"Harus ada acuan UU berikutnya atau merevisi UU yang ada. Bukan bentrok ,tapi harus mengubah UU yang ada," terang Sutiyoso.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga mengaku belum berkomunikasi dengan Kemenhan terkait usulan ini. Namun menurutnya jika kebutuhan Kemenhan sudah terakomodir dengan BAIS, maka tinggal ditingkatkan koordinasinya.
"Lembaga baru itu kalau diperlukan ya bentuk saja. Tapi kalau memang kebutuhannya sebenarnya sudah terakomodir, hanya kurang koordinasi, kita tingkatkan koordinasi itu. Karena konsekuensi organisasi baru itu SDM, biaya dan lain sebagainya," kata dia.
Menteri Pertahanan Ryamirzad Ryacudu sebelumnya menekankan keberadaan badan intelijen pertahanan sangat mendesak. Sebab, semua negara lain memiliki intelijen pertahanan sendiri, sedangkan RI tidak.
Menurut Ryamizard, peran intelijen pertahanan nantinya lebih pada hal strategis. Sementara intelijen TNI lebih pada operasional. Sehingga, Kemenhan untuk bisa memerintahkan operasional pertahanan pada TNI yang tentunya harus memiliki info dari intelijennya.
"Kebijakan kan dari Menhan, masa Menhan memberi perintah petunjuk enggak ada intel. Dari mana dapat? Ngarang? Selama ini saya nggak mengerti, ngarang apa enggak?" kata Ryamizard.