Bupati Dedi: Perda Larang Jualan Lahir karena Ada Tekanan
- VIVA.co.id/Wahyudi A. Tanjung
VIVA.co.id – Beberapa daerah di Indonesia mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) melarang berjualan makanan di siang hari saat Ramadan.
Penegakan aturan tersebut menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Sebab tak jarang, razia warung makan memaksasampai menyita makanan. Penegakan itu dianggap bukan tindakan yang simpatik.
Tapi saat di daerah lain sibuk menegakkan aturan larangan berjualan, hal berbeda dilakukan di wilayah Purwakarta. Menyambut Ramadan, wilayah ini malah menyiapkan kampanye 'Ramadan Toleran'.
Dalam kampanye itu, warga dipersilakan makan saat siang hari dengan sembilan syarat ketat. Di antaranya, warga nonmuslim, muslim yang sakit, usia lanjut, muslim yang dalam perjalanan jauh dan muslim yang hamil. Mereka dipersilakan untuk makan saat siang. Di Purwakarta, saat siang hari Ramadan warung yang berjualan makanan tetap diperbolehkan.
Menanggapi adanya Perda saat Ramadan, Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mengatakan kampanye di daerahnya itu adalah untuk menghormati warga yang tak dikenai kewajiban berpuasa.
"Saya fokus tiap orang punya hak dan kewajiban. Orang tak berpuasa diperbolehkan (makan siang hari). Ada fasilitas, bisa makan di siang hari," kata dia dalam program tvOne, Senin malam, 13 Juni 2016.
Menurutnya, soal banyaknya Perda larangan menjual makanan saat Ramadan itu lahir dari karakter pemimpin yang tidak tegas dan takut dengan desakan pihak tertentu.
"Itu lebih dilatarbelakangi tipologi pemimpin. Banyak tekanan politis apabila melakukan sesuatu bertentangan dengan sebagian besar orang. Tidak berdasar konstitusi," ujar dia.
Jika berlandaskan konstitusi, maka menurutnya, seorang pemimpin daerah tidak akan takut dengan tekanan dan ancaman sebagian kelompok.
"Kalau saya, (jika) konstitusi tidak melarang ya laksanakan saja. Sehingga berbagai peraturan daerah tentunya harus berdasarkan konstitusi," tuturnya.
Untuk itu, dia berpesan sebaiknya pemimpin daerah melahirkan aturan dengan berdasarkan konstitusi, bukan atas kepentingan orang per orang. Pemimpin jangan berlandaskan pada pertimbangan politik sehingga nantinya malah melanggar norma.
Menurutnya kebijakan soal mana orang yang berpuasa dan tidak berpuasa, koridornya sudah jelas dan tegas. Untuk itu aturan juga harus tegas. Dedi berpendapat, orang yang benar-benar menjalankan puasa, tidak akan tergoda hanya melihat orang yang makan di depannya.
"Makanya jangan terlalu terpengaruh dengan sensitivitas dengan sebagian orang, harus sesuatu yang sangat mendasar," kata dia.