Bunyi Alat Dapur jadi Penanda Bahaya Kekerasan Seksual

Demo aktivis perempuan Sulawesi Utara
Sumber :

VIVA.co.id –  Sulawesi Utara dihadapkan pada situasi genting kekerasan terhadap kaum perempuan. Sepanjang 2016 hingga medio 2016, tercatat ada lebih dari 300-an kasus kekerasan, 77 persen merupakan kekerasan seksual. 

Kejahatan Seksual atas Perempuan Meningkat selama 2019

Melihat kondisi itu, Swara Parangpuan (Swapar) Sulut, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado, Korps HMI Wati (Kohati), Jaringan Perempuan Manado (Jaman), Komda Anak, Yayasan Peka menggelar aksi keprihatinan Minggu 12 Juni 2016 di Bundaran Zero Point Kota Manado. Puluhan aktivis perempuan dan anak menuntut perubahan atas situasi tidak menguntungkan yang diterima korban.

Para aktivis ini memukul-mukul wajan dan panci, sebagai tanda awas terhadap situasi yang dihadapi kaum perempuan, memancing perhatian warga yang melintas di pusat keramaian itu.

Angka Kekerasan Seksual Anak di Jatim Tinggi, Ini Saran Kak Seto

“Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan seksual masih sangat jauh dari pemenuhan hak-hak korban, perempuan korban kekerasan dan keluarga seringkali tidak mendapatkan hak-haknya dalam mencari keadilan hukum dan pemulihan fisik serta psikis,” ujar Nur Hasanah dari Swapar.

Direktur Swapar Sitti Nurlaili Djenaan menyatakan saat ini sangat penting pemerintah daerah segera membuat kebijakan yang mengatur dan menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan korban kekerasan dalam mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang berkualitas, menyeluruh dan berkelanjutan serta mengoptimalkan semua kerja-kerja aparat penegak hukum yang berperspektif  korban.

Muhaimin: Kekerasan Seksual di Tanah Air Sangat Menakutkan

“Pelayanan yang berkualitas, menyeluruh dan berkelanjutan belum menjadi komitmen pemerintah daerah provinsi Sulawesi Utara sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap warganya,” kata dia.

Sekretaris AJI Manado, Fernando Lumowa didampingi pengurus Bidang Perempuan Evangeline Lita Aruperes ikut berorasi. Fernando dengan lantang menyuarakan perlawanan terhadap kekerasan, menuntut peran serius pemerintah dan aparat hukum untuk memihak korban. “Jangan tempatkan korban dalam posisi tersangka,” kata dia.

Aktivis lainnya, Fitri Mamonto dari KPI, Feiby dan Ona Djangoan dari kalangan akademisi, Tirta dari Kohati hingga Coco Jericho dari komunitas LGBT bergantian turut menyuarakan perhatian mereka terhadap kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak.

Dalam data Swapar, tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi, menempatkan Sulawesi Utara dalam kondisi darurat kekerasan seksual.  Tahun 2015 hingga Mei 2016, mereka mencatat 77 persen atau 268 dari total 350 kasus kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan seksual. 23 persen sisanya adalah kekerasan fisik dan penelantaran. 53 persen atau 185 kasus adalah perkosaan. 77 persen atau 207 dari total 268 kasus perkosaan ada pada rentang usia 6-18 tahun.

Sitti menegaskan, penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan seksual masih sangat jauh dari pemenuhan hak-hak korban. Perempuan korban kekerasan dan keluarga seringkali tidak mendapatkan hak-haknya dalam mencari keadilan hukum dan pemulihan fisik serta psikis.

“Lembaga-lembaga yang sejatinya dibentuk oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan pelayanan bagi korban kekerasan seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di sejumlah Polres dan Pusat Krisis Terpadu (PKT) yang berbasis rumah sakit masih belum optimal dalam menjalankan tugas pokoknya. Bahkan polisi pun tidak berpihak pada korban,” tuturnya.

Sementara itu Stefanus BAN Liow, Anggota DPD RI Komite III yang membidangi kekerasan terhadap perempuan menyatakan saat ini DPD sedang membahas soal penghapusan UU kekerasan terhadap perempuan.

“Begitu juga Perppu Kebiri sudah dalam pembahasan DPD setelah diserahkan Pak Presiden. Perppu ini masih pro kontra, termasuk IDI yang menolak mengeksekusi para pelaku karena bertentangan dengan kode etik dokter,” kata dia.

Ilustrasi pelecehan seksual pada pria/kekerasan.

Pandemi COVID-19 Melanda, Kekerasan Seksual Merajalela

Angka kasus kekerasan seksual semakin meningkat dan kian rentan mengintai berbagai usia dan tanpa mengenal gender

img_title
VIVA.co.id
26 November 2021