SBY Cemas dengan Isu Gerakan Komunisme
- VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id – Terkait dengan isu gerakan komunisme di Indonesia dan potensi terjadinya konflik horizontal, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berharap, agar pihak-pihak yang kini saling berhadapan bisa menahan diri.
Pemerintah pun diminta tidak pada posisi yang membiarkan. Sebab, sikap pemerintah harus jelas, jangan menimbulkan kebingungan, spekulasi, dan bahkan persepsi yang keliru.
"Mencermati perkembangan situasi di masyarakat luas, baik yang ada di media sosial maupun secara fisik di lapangan, Partai Demokrat cemas, jika isu ini menjadi 'bola liar' yang berujung pada terjadinya konflik, bahkan benturan fisik secara horizontal," ujar SBY di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat 10 Juni 2016.
Alasannya, kata SBY, konflik yang disebabkan oleh perbedaan ideologi, agama, dan etnis, bisa berubah menjadi malapetaka yang dahsyat. Padahal, SBY menilai, Indonesia sendiri telah melampaui babak-babak kritis tersebut di masa lampau.
"Janganlah karena kelalaian kita, ketidakmatangan di dalam mengambil sebuah inisiatif, sekaligus kecerobohan dalam pengelolaan, ketika ketegangan dan konflik ini makin membesar, akhirnya terjadi lagi konflik berdarah yang sungguh tidak kita inginkan," terang SBY.
Mantan Presiden Indonesia ke-enam tersebut mencontohkan, di era pemerintahannya, prakarsa untuk menyelesaikan permasalahan masa lalu yang masih tersisa, seperti peristiwa tahun 1965 juga sudah ada. Tak hanya, seperti pada era Presien Joko Widodo yang sampai menimbulkan pro-kontra satu dengan lainnya.
"Setelah bekerja selama empat tahun, tanpa menimbulkan kehebohan di tingkat masyarakat, saya mengambil keputusan bahwa bangsa ini belum siap benar untuk menyelesaikan masa lalunya dengan baik," kata SBY.
"Namanya rekonsiliasi dan kebenaran, jika itu dipilih sebagai model, tetap diperlukan kerangka, konsep, dan desain yang sama-sama disepakati oleh semua pihak yang pernah terlibat dalam permusuhan. Saya nilai, kesepakatan itu belum terwujud. Jadi, kita belum siap. Kalau dipaksakan, justru berbahaya. Perlu dibangun dan didapatkan kesepakatan fundamental itu," tambah mantan Presiden yang pernah menjabat dua periode tersebut. (asp)