Ahli: Tidak Ada Data Kalau Kebiri Beri Efek Jera Pemerkosa
- REUTERS
VIVA.co.id – Keputusan Pemerintah Indonesia menerapkan hukuman untuk pelaku pemerkosaan atau kejahatan seksual masih terus menuai pro dan kontra. Silang pendapat soal hukuman kastrasi ini secara prinsip mengarah kepada sejauh mana efektivitas kimiawi ini bisa memberi efek jera pemerkosa.
Wimpie Pangkahila, ahli Andrologi yang juga Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia, pun ikut menyampaikan pendapatnya terkait kebijakan tersebut.
Ahli bidang spesialisasi medis yang berhubungan dengan kesehatan pria dan sistem reproduksi ini bahkan menyebut tidak ada jaminan bahwa atau kastrasi bisa memberikan efek jera kepada para pelakunya.
"Tidak ada data kimiawi bisa memberi efek jera lebih dari pada hukuman yang ada," kata Wimpie di Jakarta, Kamis, 9 Juni 2016.
Ia tak menampik jika di beberapa negara lain memang menerapkan sistem untuk pelaku pemerkosaan dan kejahatan seksual. Namun demikian, efektivitas program itu tetap tak bisa diketahui. "Kita tidak pernah tahu. (Di negara lain) Itu () hanya jadi pilihan saja," katanya.
Menurut Wimpie, hukuman tambahan kimiawi yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah penggunaan obat anti androgen untuk menghilangkan gairah seks pada pelaku pelecehan atau kekerasan seksual.
"Dalam poin hukuman kimiawi ini, digunakan hormon anti testosteron atau anti androgen. Kalau diterapkan sekali dua kali, baik disuntikan atau tablet, maka hormon akan turun. Tapi kalau dihentikan nanti akan kembali lagi," kata Wimpie.
Selain itu juga, kata Wimpie, gairah seks seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh hormon semata. Masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, seperti imunitas, psikis, dan pengalaman seksual sebelumnya, entah itu pengalaman baik atau buruk. (ase)