KPK Kembali Periksa Ketua DPRD DKl Jakarta
- VIVA.co.id/ Fajar Ginanjar Mukti
VIVA.co.id – Ketua DPRD DKl Jakarta, Prasetyo Edy Marsudi, kembali dijadwalkan menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis 9 Juni 2016. Dia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Reklamasi di Teluk Jakarta. Terkait kasus ini, Prasetyo telah beberapa kali menjalani pemeriksaan di KPK.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MSN (Mohamad Sanusi)," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.
Prasetyo terlihat sudah memenuhi panggilan penyidik dengan tiba di Gedung KPK sejak pukul 09.10 WIB. Namun dia tak berkomentar banyak mengenai pemeriksaan kali ini.
Bersama dengan Prasetyo, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi lainnya, antara lain dua anggota DPRD, Selamat Nurdin serta Achmad Zairofi serta Heru yang merupakan staf pribadi anggota DPRD, Inggard Joshua.
Sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak DPRD terkait penyidikan kasus ini. Yuyuk menyebut pihak DPRD diperiksa untuk dikonfirmasi mengenai adanya pertemuan dengan pihak pengembang reklamasi. "Dikonfirmasi soal pertemuan dan pembahasan Raperda-nya," kata Yuyuk.
Diketahui, kasus ini terungkap setelah KPK menangkap tangan Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dan anak buahnya yang bernama Trinanda Prihantoro serta Ketua Komisi D DPRD DKl Jakarta, Mohammad Sanusi.
Ariesman dan Trinanda disangka telah memberikan suap kepada Sanusi. Diduga, uang tersebut terkait Raperda tentang Reklamasi yang tengah dibahas di DPRD DKl Jakarta.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKI Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota dewan.
(mus)