Ego Sektoral Masih jadi 'Celah' Badan Intelijen RI
- Setkab.go.id
VIVA.co.id – Rencana pembentukan satuan Intelijen Pertahanan yang dilontarkan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, menuai pro kontra. Pengamat intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati, menilai sah-sah saja usulan Menhan ingin membentuk intelijen pertahanan sendiri.
"Mengingat eskalasi ancaman pertahanan negara fluktuatif baik dari dalam maupun luar negeri," kata Susaningtyas kepada VIVA.co.id, Selasa 7 Juni 2016.
Namun, pembentukan tersebut harus dikoordinasikan dengan lembaga intelijen yang sudah ada, seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dan Badan Intelijen Keamanan Polri. Menurutnya bila tupoksinya tumpang tindih maka rencana itu justru menimbulkan tarik menarik temuan dalam siklus intelijen.
Meski demikian, mantan Anggota Komisi I DPR RI dari Hanura ini mengingatkan bahwa usulan Ryamizard itu belum ada dasar hukum maupun dasar akademiknya. "Justru saya katakan, agar tak overlapping sebaiknya dikoordinasikan," ucapnya.
Menurut Susaningtyas, saat ini yang dipersoalkan bukan keberadaan BIN atau BAIS TNI yang belum mencukupi sehingga dibutuhkan satuan lain. Tapi masalahnya justru masih ada ego sektoral antar sesama badan intelijen.
"Selama ini hal tersebut yang membuat penanganan intelijen kita kurang holistik karena sering munculnya ego sektoral masing-masing badan intel sehingga koordinasinya kurang," tegas dia.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengkritik kelemahan pada Kementerian Pertahanan (Kemhan), yang dinilai menghambat efektivitas kinerja lembaga itu dalam membuat kebijakan keamanan nasional.
Menurutnya, kesalahan terbesar Kemhan RI adalah tak memiliki satuan intelijen, sebagaimana umumnya Kementerian Pertahanan di dunia.
"Kemhan tidak ada Intelijen salah besar. Di mana-mana Kemenhan punya intelijen pertahanan. Di sini tidak ada," kata Ryamizard dalam acara silaturrahmi bersama warga Nahdhatul Ulama dalam rangka menyongsong 1 Abad NU, di Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 6 Juni 2016.
Akibat tak memiliki intelijen sendiri, Ryamizard mengaku tak pernah mendapat laporan mengenai situasi terkini mengenai keamanan negara. Padahal jika ada informasi intelijen, semua potensi ancaman bisa diprediksi dan diantisipasi.