Hidup Putri Mahkota Raja Pemecutan Bali Berakhir Tragis
- VIVA.co.id/Bobby Andalan
VIVA.co.id – Ketika Pangeran Cakraningrat IV memperistri Gusti Ayu Made Rai, putri dari anak Raja Pemecutan, Denpasar, Bali ini, akhirnya memeluk Islam. Ia pun berganti nama menjadi Raden Ayu Siti Khotijah, alias Raden Ayu Pemecutan.
Juru Kunci Makam Raden Ayu Pemecutan, alias Raden Ayu Siti Khotijah, Jro Mangku I Made Puger, berkisah, usai memeluk Islam, Raden Ayu Siti Khotijah rajin menunaikan ibadah salat lima waktu.
Pada suatu hari, Raden Ayu meminta izin kepada Pangeran Cakraningrat IV untuk pulang sebentar ke kampung halamannya di Bali.
"Ia rindu dengan ayah, ibu, dan keluarga besar Kerajaan Pemecutan. Pangeran Cakraningrat IV lalu mengizinkannya pulang. Untuk menjaganya di tengah perjalanan, Raden Ayu dikawal 40 orang," katanya, kepada VIVA.co.id, Senin 6 Juni 2016.
Selain itu, sebelum bertolak ke Bali, Pangeran Cakraningrat IV memberikan bekal kepada istrinya berupa guci, keris, dan pusaka yang diselipkan di rambut istrinya itu.
Mendengar kabar bahwa putri kesayangannya mau datang, Raja Pemecutan langsung mempersiapkan pesta besar. Begitu sampai, Raden Ayu dan rombongan disambut meriah oleh keluarga besarnya.
Meski Raja Pemecutan dan keluarga besar menyambutnya. Namun, kala itu tidak ada yang mengetahui bahwa sang putri telah memeluk agama Islam.
Suatu hari, ketika ada upacara Meligia, atau Nyekah, yaitu upacara Atma Wedana yang dilanjutkan dengan Ngelingihan (Menyetanakan) Betara Hyang di Pemerajan (tempat suci keluarga) Puri Pemecutan, Raden Ayu berkunjung ke Puri tempat kelahirannya.
Saat menjelang petang di Puri, Raden Ayu menjalankan melaksanakan salat maghrib di Merajan Puri, tempat suci umat Hindu, dengan menggunakan mukena dan menghadap arah barat (kiblat).
Kala itu, salah seorang Patih kerajaan yang menjaga Puri melihat cara ibadah sang putri yang dinilainya aneh. Mereka menduga Raden Ayu tengah mengeluarkan mantra ilmu hitam (leak).
Menurut kepercayaan Bali, bila seseorang mengenakan pakaian, atau jubah serba putih, itu adalah pertanda sedang melepas, atau melakukan ritual ilmu hitam.
Selanjutnya, Taru Rambut...
Taru Rambut
Sontak, sang patih lalu melaporkan hal tersebut kepada Raja Pemecutan. Mendengar laporan itu, sang raja sangat marah dan memerintahkan, agar Raden Ayu Siti Khotijah dibunuh. Patih, lalu mengajak Raden Ayu Siti Khotijah ke depan Pura Kepuh Kembar.
Di depan patih, Raden Ayu meninggalkan pesan. "Ia meminta, agar tidak dibunuh dengan memakai senjata tajam, karena itu tidak bisa membunuhnya. Lalu, patih diberi cucuk konde yang telah disatukan dengan daun sirih dan diikat benang Tridatu (benang tiga warna, putih, hitam, dan merah)," kata Jro, bercerita.
Jro melanjutkan ceritanya, ketika patih diberi cucuk konde, lalu diperintahkan untuk melemparnya ke arah sebelah kiri dada Raden Ayu.
"Apabila Raden Ayu meninggal, maka akan keluar asap dari tubuhnya. Kalau asapnya berbau busuk, ia memerintahkan, agar mayatnya dikubur sembarangan. Tetapi, jika asapnya berbau harum, diminta untuk dimakamkan di tempat suci (keramat)," ungkap Jro, meniru pesan Raden Ayu Siti Khotijah.
Benar saja. Begitu cucuk konde ditancapkan, dari tubuh Raden Ayu Siti Khotijah mengeluarkan asap beraroma harum. Kejadian ini langsung dilaporkan kepada raja. Raja Pemecutan sangat menyesal atas keputusannya.
Jasad anak kesayangannya lalu dikebumikan. Tak disangka, di tengah makam Raden Ayu Siti Khotijah tumbuh sebatang pohon setinggi 50 sentimeter.
"Pohon itu dicabuti sampai tiga kali, tetapi tumbuh kembali. Kakek dan nenek saya yang saat itu ditugasi menjadi juru kunci, akhirnya bersemedi. Raden Ayu Siti Khotijah berpesan, agar pohon yang tumbuh di tengah makam dipelihara dengan baik, karena pohon ini tumbuh dari rambutnya," katanya.
Hingga kini, pohon tersebut terus menjulang tinggi dan diberi nama pohon rambut, atau taru rambut. Setiap harinya, makam Raden Ayu Siti Khotijah selalu ramai diziarahi umat Islam, khususnya menjelang bulan suci Ramadan. (asp)