KPK Buru Sopir Sekretaris MA Nurhadi
- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA.co.id – Tim penyidik Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) hingga saat ini masih belum menemukan keberadaan Royani, sopir dari Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman. Keberadaan saksi kasus dugaan suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu masih terus diburu oleh penyidik.
"Pencarian masih dilakukan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, dalam pesan singkatnya, Senin 6 Juni 2016.
Priharsa menyebut penyidik telah melakukan sejumlah upaya dalam melacak keberadaan Royani. Namun dia tidak menjelaskan lebih rinci mengenai upaya tersebut.
"Sejumlah upaya telah dan akan terus KPK lakukan, tapi memang tidak isa disampaikan secara detail apa saja," kata dia.
Tim penyidik menilai keterangan Royani diperlukan untuk mengungkap kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Oh iya, itu salah satu yang penting, pelaku yang penting," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis 26 Mei 2016.
Agus mengaku belum mengetahui mengenai keberadaan royani saat ini. Dia pun mengaku belum mendapat informasi mengenai dugaan Royani tengah disembunyikan pihak-pihak tertentu.
Penyidik sebelumnya, telah melayangkan dua panggilan pemeriksaan terhadap Royani yakni pada 29 April 2016 dan 2 Mei 2016. Namun, Royani tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa keterangan alias mangkir.
Penyidik menduga ada pihak yang berupaya menyembunyikan Royani dari pemeriksaan. Bahkan penyidik menduga ada campur tangan dari Sekretaris MA, Nurhadi dalam upaya tersebut.
Diduga, Royani mengetahui mengenai keterkaitan Nurhadi dengan kasus yang telah menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution itu.
Diketahui, kasus pengurusan perkara ini terungkap dari Tangkap Tangan yang dilakukan KPK. Pada tangkap tangan itu, KPK menangkap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dan satu orang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Pada saat tangkap tangan, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dari Doddy. Namun diduga telah ada pemberian uang sebelumnya dari Doddy ke Edy sebesar Rp100 juta. Pihak KPK menduga terdapat lebih dari satu pengamanan perkara yang dilakukan oleh Edy.
Usai penangkapan itu, pihak KPK langsung bergerak cepat dalam melakukan pengembangan. Salah satunya adalah dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah Nurhadi. Bahkan, pihak KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar. Uang itu diduga masih ada keterkaitannya dengan suatu perkara.
Sementara Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata, menyebut pihaknya tengah menelusuri keterkaitan uang tersebut dengan kasus suap.
Kendati demikian, Alex menyebut tidak tertutup kemungkinan ada keterkaitan secara tidak langsung antara Edy dan Nurhadi.
"Bisa saja kan tidak ada hubungannya misalnya masing-masing main sendiri di 'bawah' dan di 'atas', kita tidak mengerti itu. Itulah yang akan kita dalami," ungkap Alex.
(ren)