Polisi Hingga Jaksa Jadi Saksi Kasus Hakim Bengkulu

KPK Periksa Ketua PN Bengkulu
Sumber :
  • VIVA.co.id/M. Ali. Wafa

VIVA.co.id – Penyidikan kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu masih terus dilakukan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebanyak tujuh orang saksi tercatat dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan penyidik pada hari ini, Senin 6 Juni 2016.

Mereka antara lain adalah anggota Polsek Kepahiang, Dodi Safrizal; seorang jaksa bernama Novita; penasihat hukum, A Yamin; staf perdata pada Pengadilan Negeri Bengkulu, Joni Aprizal; Panitera PN Tipikor Bengkulu, Zailani Syihab; seorang sopir bernama Hendriansyah serta seorang swasta bernama Idram Kholik.

"Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ES (Edy Santoni)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha.

Selain tujuh orang tersebut, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Bengkulu, Toton; Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Bengkulu, Badaruddin Asori Bachsin alias Billy; mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan Rumah Sakit M. Yunus, Edi Santoni serta mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit M. Yunus, Syafri Syafii.

Namun, keempatnya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Mereka diperiksa untuk saling melengkapi berkas pemeriksaan tersangka lain.

Diketahui, pada kasus ini, penyidik telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang yang juga sekaligus Hakim Tipikor pada Pengadilan Bengkulu, Janner Purba.

Janner bersama dengan Toton serta Billy diduga telah menerima suap dari Edy dan Syafri.

Suap itu diduga terkait penanganan perkara dugaan korupsi penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M. Yasin Bengkulu tahun 2011.

Satu Tersangka Suap Hakim PN Medan Masih Buron

Majelis yang menangani perkara tersebut diketahui adalah Janner, Toton, dan Siti Inshiroh. Sementara itu, yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut adalah Edy dan Syafri.

Edy dan Syafri diduga telah memberikan suap sebesar Rp150 juta kepada kedua hakim tersebut. Namun, diduga telah ada pemberian sebelumnya sebesar Rp500 juta pada 17 Mei 2016. Diduga, pemberian itu adalah untuk memengaruhi putusan perkara korupsi tersebut.

KPK Sita Dokumen Persidangan Usai Geledah Pengadilan Negeri Medan

Namun, belum sempat putusan dibacakan, tim KPK keburu menangkap tangan pihak-pihak tersebut. Bahkan, saat ini, kelima orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka.

Sebagai yang diduga sebagai pihak penerima suap yakni Janner dan Toton disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Ditangkap KPK, MA Nonaktifkan Hakim Adhoc Tipikor Medan

Sementara itu, untuk Billy, dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Selanjutnya, sebagai pihak yang diduga sebagai pemberi suap, Edy dan Syafri dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 atau Pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Delapan terdakwa kasus Asabri didakwa merugikan uang negara Rp22,7 triliun

Hakim Tipikor: Kerugian Negara Rp22,7 T di Kasus Asabri Masih Potensi

Hakim Tipikor menyebut perhitungan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus dugaan korupsi Asabri tidak tepat.

img_title
VIVA.co.id
5 Januari 2022