Revisi KUHP Persulit Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan
- Lilis Khalisotussurur/ VIVA.co.id
VIVA.co.id – Ketua Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata menilai, kodifikasi Undang-undang Perikanan dalam rancangan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berpotensi menyulitkan penindakan tegas terhadap pelaku illegal fishing atau pencurian ikan.
Hal ini karena tak adanya definisi kapal asing dalam rancangan tersebut sehingga dikhawatirkan bakal menyulitkan upaya penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing.
"Dalam Undang-undang Perikanan sudah ada istilah kapal asing. Dalam Undang-undang Perikanan ada upaya khusus dalam penenggelaman kapal," kata Martin dalam diskusi di Bakoel Koffie, Jakarta, Jumat, 3 Juni 2016.
Bahkan, penenggelaman kapal asing bisa dilakukan tanpa melalui proses pengadilan. Namun ada kriteria agar kapal itu bisa ditenggelamkan.
"Beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk penenggelaman kapal di antaranya, kapal asing menangkap ikan di Indonesia, dinakhodai orang asing dan anak buah kapal asing, dan tidak memiliki izin. Aturan itu sudah diakui Mahkamah Agung lewat surat edarannya pada 2015," ungkap Martin.
Upaya penegakan hukum itu bisa terkendala dengan tidak dikenalnya istilah kapal asing dalam revisi KUHP sehingga penenggelaman kapal asing harus ditentukan pengadilan. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu, biaya, dan tidak akan memberikan efek jera.
"RKUHP bisa mengurangi efek jera pada illegal fishing karena tidak ada tindakan yang bisa dilakukan. Hal ini berpotensi memundurkan Indonesia melawan pencurian ikan," kata Martin.
Untuk itu, dia meminta agar semua unsur Undang-undang Perikanan yang dikodifikasi ke rancangan KUHP dikeluarkan, agar penindakan tegas yang selama ini dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa dilanjutkan.
"Undang-undang Perikanan tetap harus diatur sendiri karena ada kebutuhan khusus yang di KUHP tak bisa dikenali," jelasnya.