Ini Sembilan Butir Hasil Rekomendasi Simposium Ancaman PKI

Simposium Mengamankan Pancasila dari ancaman PKI yang digelar di Balai Kartini Jakarta, Kamis 2 Juni 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Jeffry Yanto Sudibyo

VIVA.co.id – Simposium Nasional yang digelar purnawirawan TNI dalam tema, Mengamankan Pancasila dari Ancaman PKI dan Ideologi Lain, akhirnya mencapai titik temu. Sebanyak sembilan butir rekomendasi akan ditujukan kepada pemerintah.

Sembilan rekomendasi itu yakni, Pertama, pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) terjadi di Madiun 1948. Di mana, terjadinya pada saat rakyat dan Pemerintah Indonesia sedang menghadapi ancaman agresi Belanda.

Pemberontakan kedua pada 1965, saat Bung Karno gencar melaksanakan Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Dari situ, pemberontakan PKI adalah aksi pengkhianatan terhadap Pancasila dan rakyat Indonesia. Sebuah tindakan licik di saat rakyat Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Kedua, menilik butir pertama, semestinya pihak PKI yang meminta maaf kepada rakyat dan Pemerintah Indonesia. Justru, hingga saat ini PKI berusaha eksis.

Sejak awal reformasi PKI melakukan kongres sebanyak tiga kali dengan berusaha memutarbalikkan fakta sejarah, menyebar video dan film yang menghasut dan fitnah, serta melimpahkan kesalahan pada pihak lain, khususnya pemerintahan orde baru, TNI dan umat Islam.

"Karenanya, atas nama rakyat Indonesia menuntut PKI membubarkan diri dan menghentikan segala kegiatan terkait," ujar Letjen Purnawirawan TNI Indra Bambang Utoyo membacakan hasil simposium, Kamis 2 Juni 2016.

Ketiga, bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dua kali gerakan PKI tidak membuat Pancasila kehilangan kedaulatannya. Meski, penyesalan tetap ada karena banyak anak bangsa menjadi korban.

Keempat, rekonsiliasi telah terjadi secara alamiah berkat kesadaran bersama di masyarakat. Sehingga, tidak ada lagi stigma pada generasi baru terhadap anggota PKI dan keluarga. Semua hak-hak sipil mereka telah pulih.

Mahyudin DPD Tegaskan Tidak Gampang Ubah Masa Jabatan Presiden RI

Kelima, pemerintah, LSM dan segenap masyarakat tidak mengutak-atik kasus masa lalu karena dapat berakibat memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Keenam, pemerintah harus konsisten menegakkan Pancasila, TAP MPRS XXV/1966, UU No. 27/1999 Jo KUHP Pasal 107 dan 169 tentang Pelarangan terhadap PKI dan semua kegiatan-kegiatannya, serta menindak setiap kegiatan yang terindikasi sebagai upaya membangkitkan.

PD: Mengubah UUD Saat Pandemi Sungguh Tidak Bijaksana

Ketujuh, kebangkitan PKI tidak terlepas dari perubahan UUD 1945 dari 1999 hingga 2002, sebanyak empat kali, yang dibajak oleh liberalisme. Sehingga, UUD hasil amandemen (UUD 2002) tidak lagi dijiwai Pancasila, melainkan individualisme dan liberalisme.

Kedelapan, kami mendesak pemerintah agar meningkatkan muatan materi Pancasila dalam kurikulum pendidikan formal di semua jenjang pendidikan.

Pakar Hukum: Amandemen UUD 1945 Kepentingan Elite Bukan Publik

"Kesembilan, mengajak segenap komponen bangsa untuk meningkatkan integrasi dan kewaspadaan nasional terhadap ancaman dari kelompok-kelompok anti-Pancasila yang dapat melemahkan kestabilan RI," kata Indra.

Ilustrasi Petugas KPPS melakukan penghitungan suara pada Pemilu serentak 2019.

Pakar: Yang Wacanakan Penundaan Pemilu Mungkin Tak Baca UUD 1945

Pakar hukum tata negara pada Undana Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengemukakan bahwa tidak ada alasan untuk menunda pelaksanaan pemilu serentak 2024.

img_title
VIVA.co.id
8 Maret 2022