Peneror Kantor Pertamina Semarang Dijerat UU Terorisme
- Dwi Royanto/ VIVA.co.id
VIVA.co.id - Polisi akhirnya menetapkan Nurul Fazri (32), wanita yang meneror kantor Pertamina Marketing Operasional Regional (MOR) IV Semarang sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Undang-undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektrononik (ITE) dan UU tentang Terorisme.
"Saat ini masih dalam pendalaman. Kita kenakan pasal cyber terrorism (terorisme siber/dunia maya), yakni UU ITE dan terorisme," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng), Komisaris Besar Polisi, Gagas Nugraha di Semaran, Kamis, 2 Juni 2016.
Kasus teror itu kini ditangani Polda Jateng dan Kepolisian Resor Kota Besar Semarang. Aparat tak menoleransi tindakan Nurul karena teror itu telah meresahkan dan dia telah menyalahgunakan perangkat atau media informasi untuk meneror.
Nugraha membenarkan bahwa aksi Nurul memang dilatarbelakangi sakit hati karena sering diolok-olok akibat tuduhan menggelapkan uang koperasi. Tetapi tindakan Nurul memiliki akibat hukum dan dampak sosialnya jelas, yakni meresahkan masyarakat, apalagi yang disasar adalah objek vital kantor Pertamina.
Polisi masih terus menggali informasi dari Nurul dan memeriksa sejumlah orang sebagai saksi. Gagas berharap, kasus teror lewat pesan singkat itu dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati mengggunakan perangkat teknologi.
"Jadi masyarakat jangan seenaknya pakai (perangkat) IT (teknologi informasi). Meski digunakan orang-per orang, tetap ada dampak hukum yang terjadi," katanya.
Sebelumnya, kantor MOR IV Pertamina di Jalan Thamrin, Semarang, diancam akan diledakkan melalui sebuah pesan singkat kepada seorang karyawan perusahaan itu pada Rabu pagi, 1 Juni 2016. Setelah diselidiki, pelaku ternyata Nurul Fazri, seorang karyawan alih daya pada Pertamina.
Nurul ditangkap di kantornya bekerja hanya berselang lima jam setelah dia mengirim SMS teror itu. Dia mengaku jengkel dengan pimpinannya yang menuduhnya mencuri uang koperasi Rp25 juta. Ia sudah berusaha menyelesaikan secara kekeluargaan dan berusaha mengembalikan uang itu namun ditolak dan justru jadi bahan gunjingan di kantor.
“Jadi setiap ketemu orang kantor, diomongin. Saya sudah punya itikad baik. Saya tidak pakai uang itu, mau saya kembalikan tapi ditolak. Di kantor saya juga sudah pojok-pojokkan," ujar Nurul, wanita asal Kudus, Jawa Tengah ini.
(mus)