Ini Sikap Muhammadiyah Terhadap Isu Kebangkitan PKI
VIVA.co.id – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yunahar Ilyas menyatakan, Muhammadiyah menolak ideologi komunisme kembali lahir di Indonesia.
Hal ini ditegaskan Yunahar dalam Simposium Nasional di Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016. Yunahar meminta, seluruh umat Islam untuk menolak ideologi komunisme dan ideologi terlarang lainnya lahir di Tanah Air.
"Kita enggak usah mikir, sudah otomatis menolak. Kalau orang beragama masih mikir, keterlaluan. Pandangan Muhammadiyah tentang Partai Komunis Indonesia (PKI), kami enggak usah musyawarah lagi. Jawabannya kita pasti menolak dan menentang PKI," kata Yunahar.
Ia menjelaskan, marxisme dan sosialisme menjadi ideologi PKI. Ideologi ini jelas bertentangan dengan agama karena anti-Tuhan. Padahal, menurutnya, tidak ada orang di dunia ini yang tak bertuhan.
"Orang ateisme pun bertuhan. Tuhan adalah zat yang mendominasi kehidupan kita melebihi segalanya, sehingga rela berkorban demi-Nya. Kalau dia katakan ateis, ideologi itu tuhannya, karena dia rela berkorban demi ideologi," kata Yunahar.
Ia menuturkan, Islam mengajarkan semua manusia bertuhan. Sehingga, menurutnya, komunisme menjadi musuh negara manapun yang tidak menganut paham ini. Bagi komunisme, agama adalah opium yang membuat orang rela berkorban karena terbius ajaran agama.
"Kalau anti-Tuhan pasti anti-kemanusiaan. Mana ada anti-Tuhan tapi manusiawi. Sejarah menunjukkan PKI enggak ada masalah menumpahkan darah. Ajaran yang mereka tawarkan dalam bidang ekonomi sepertinya indah. Berikan pada seseorang dengan kebutuhannya, ambil dari seseorang sesuai kebutuhannya," kata Yunahar.
Ia menuding ideologi komunis ini membuat orang malas bekerja. Sebab, komunisme berprinsip sama rata dan sama rata. Pada akhirnya orang berpikir untuk apa berprestasi karena hasilnya diambil negara.
"Semua milik negara dan bukan milik individu bertentangan dengan ajaran Islam. Jadi dalam Islam tiap individu boleh cari harta sebanyak-banyaknya tapi sebagai alat beribadah dan untuk kepentingan masyarakat. Maka dia akan jadi orang kaya yang bersyukur," kata Yunahar.
Ia menambahkan, dalam komunisme, orang kaya menjadi musuh dan kelas-kelas yang ada dipertentangkan. Dalam Islam, ada kewajiban yang bersifat sukarela untuk memberikan sebagian kecil harta untuk menjaga keseimbangan.
"Masalahnya adalah angkatan muda. Remaja kita tidak peduli dengan sejarah. Mereka akan jadi korban pemutarbalikan fakta. Yang digemborkan PKI jadi korban. Tiba-tiba mereka masuk dalam episode sejarah dan melepaskan episode lain," kata Yunahar.
Menurutnya, kalau memang benar PKI dibantai, maka harus dicari sebab pembantaian tersebut. Kata dia, tidak mungkin tiba-tiba ada pembantaian terhadap PKI begitu saja tanpa sebab. Hanya saja ia menuding sebab pembantaian itu yang ditutupi dan diputarbalikkan.
"Kalau enggak diluruskan sejarah ini, generasi muda bisa ada kesimpulan yang terbalik seolah PKI jadi korban. Sehingga mereka menuntut. Kalau memang benar mereka mau menuntut, siapa mereka? Mereka mengaku-ngaku korban."Â
Ia mengingatkan agar para pihak yang menuntut kasus ini harus diperjelas, apakah mereka korban atau keluarga korban. Ia khawatir ada pihak yang bukan berkaitan langsung dengan persoalan ini, tapi malah membonceng isu ini.
(mus)