Hak Korban Kekerasan Seks Masih Dilanggar Media
- U-Report
VIVA.co.id – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menemukan banyak media massa, baik cetak maupun online, yang melanggar kode etik jurnalistik. Salah satunya melanggar pemenuhan hak korban kekerasan seksual.
Hal ini disampaikan Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta, Rabu 1 Juni 2016.
Mariana menyebutkan, berita kekerasan seksual yang ditulis sejumlah media massa masih menuliskan yang tidak sesuai bagi pemenuhan hak korban. Di antaranya, menggunakan diksi yang bias, atau tidak berhubungan, replikasi kekerasan, mengungkapkan identitas korban, dan menggunakan narasumber yang bias.
"Identitas bukan hanya nama. Identitas adalah apapun yang membuat pembaca bisa mengetahui jati diri korban," ujar Mariana.
Dia menyebutkan, Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik, wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila. Butir A yaitu, identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
“Kode etik jurnalistik yang dilanggar mencakup mengungkap identitas korban, mencampurkan fakta dan opini, mengungkapkan identitas pelaku anak, dan mengandung informasi cabul dan sadis,” kata Mariana.
Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, yang ditemui di tempat yang sama, memaparkan bahwa masih banyak media yang ingin mewawancarai korban maupun keluarga korban. Padahal, pers harus terus berpegang teguh pada pedomannya yaitu, melindungi korban.
"Media tuh harusnya mikir kalau wawancara korban, itu adalah narasumber eksklusif. Padahal, kalau ingin dengar dan tahu ceritanya saja, tanya ke dokter, atau polisi yang menangani," ujar Stanley.
Meskipun begitu, Stanley merasa bahwa media sudah banyak memberikan konstribusi yang cukup banyak dalam penemuan-penemuan kasus dan isu yang besar. (asp)