Demokrat Sebut Utang Negara Bengkak di Era Jokowi
- Dedy/VIVA
VIVA.co.id – Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Panjaitan mengatakan, utang pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo meroket tajam dibanding era Presiden RI sebelum-sebelumnya. Padahal, menurutnya, Jokowi baru memimpin sekitar dua tahun.
"Belum dua tahun Jokowi memerintah, dia terbesar meminjam uang. Jadi, akhirnya utang luar negeri kita terus naik. Bahaya itu," kata Hinca di Denpasar, Sabtu, 28 Mei 2016.
Sayang, saat didesak berapa jumlah utang di era Jokowi, termasuk berapa besar peningkatannya dibanding Presiden terdahulu Hinca mengaku lupa. Namun, ia memastikan jika Partai Demokrat telah menghitungnya. "Kita sudah hitung, angka utang Jokowi lebih tinggi dalam dua tahun ini," katanya.
Sementara pada zaman SBY menjadi Presiden, Hinca melanjutkan, Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu justru berhasil menghapus utang luar negeri Indonesia, pada beberapa lembaga donor internasional. "Pada zaman SBY sudah hapus dia IMF," kata Hinca.
Keberhasilan SBY menghapus utang luar negeri oleh sebab tak terlalu jor-joran dalam membangun infrastruktur. Sementara pada era Jokowi, Presiden yang diusung PDIP itu, justru memprioritaskan pembangunan infrastruktur.
"Infrastruktur (pada era SBY) kita tahan pelan, karena berbahaya untuk ekonomi jangka pendek. Jangka panjang memang iya, itupun kalau jalan," kata Hinca.
Ia mencontohkan, pembangunan kereta api cepat di Bandung, Jawa Barat yang terbengkalai. "Sebagai contoh kereta api cepat di Bandung, mangkrak itu. Masa kita diam saja. Lalu pinjam lagi dari Tiongkok. Investasi lagi di situ, tapi belum jalan juga, tambah bengkak utang kita," ujar dia.
Sebagai partai politik, Hinca mengaku Demokrat wajib mengingatkan. Untuk itulah Demokrat menyarankan agar tak jor-joran dalam hal pembangunan infrastruktur. Pada saat sama, tax amnesty yang sedang didorong pemerintah juga bukan jalan yang tepat untuk mengisi kekosongan APBN.
"Sebagai partai politik Demokrat harus mengingatkan. Karena itu, tax amnesty bukan jalan yang baik untuk menambal APBN. Kami lebih cenderung cut budget untuk pembangunan infrastruktur yang jor-joran itu," kata dia.
Apalagi, pembangunan infrastruktur juga harus memenuhi syarat tertentu. Sebagai misal, Hinca melanjutkan, jika pemerintah hendak membangun jalan tol, maka harus ditopang keberadaan industri di dekat tol yang akan dibangun.
"Misal kau bangun jalan tol di Papua dan Kalimantan. Kami yakin itu bisa dibangun. Tapi kalau tidak ada industri di situ, untuk apa jalan tol itu dibangun. Kalau jalan tol kita bangun di Bali karena ada yang menggunakannya. Tapi kalau tidak ada industri, mati dia. Masak uang kita taruh di situ sekian tahun tidak balik-balik."
(mus)Â