Nenek Pengemplang Pajak Rp43 Miliar Dijebloskan ke Bui
- VIVA.co.id/Fajar Sodiq
VIVA.co.id - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II – melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Surakarta – mengeksekusi penyanderaan kepada seorang penunggak pajak berinisial SDH. Pengusaha distributor bahan kebutuhan pokok yang berusia 69 tahun itu ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1A Surakarta karena menunggak pajak senilai Rp43,03 miliar.
Berdasarkan pemantaun VIVA.co.id, SDH didampingi petugas Pajak Jawa Tengah II serta KPP Pratama Surakarta terlihat masuk ke gerbang Rutan Kelas 1A Surakarta dengan pengawalan ketat. SDH terlihat menutupi wajahnya dengan kertas untuk menghindari jepretan kamera dari awak media yang telah menunggu di depan rutan.
Setelah masuk rutan, nenek pengemplang pajak itu menjalani pemeriksaan badan, kesehatan serta barang bawaan yang dibawa ke rutan. SDH pun menempati sel khusus di blok sel khusus tahanan perempuan di Rutan Kelas 1A Surakarta.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II, Lusiani, mengatakan bahwa SDH disandera karena yang dia tidak mempunyai itikad baik untuk melunasi utang pajaknya sebesar Rp43,04 miliar. Padahal SDH diketahui mampu melunasi utang pajaknya tersebut.
"Kelihatannya tidak memiliki itikad baik, maka kami melakukan eksekusi gijzeling dengan menitipkan di rutan," kata Lusiani kepada wartawan di Solo pada Jumat, 27 Mei 2016.
Distributor besar
Seorang perempuan (wajahnya ditutupi kertas) pengemplang pajak senilai Rp43,03 miliar disandera di Rumah Tahanan Kelas 1A Surakarta, Jawa Tengah, pada Jumat, 27 Mei 2016.
Lusiani menjelaskan, awal mula kasus itu berdasarkan hasil pemeriksaan pajak tahun 2012 bahwa yang bersangkut?an memiliki utang pajak senilai Rp21 miliar. Ternyata, SDH keberatan dan melaporkan keberatan utang pajak itu kepada Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II dan hasilnya ditolak.
"Setelah ditolak, SDH mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Hasil putusan Pengadilan Pajak ternyata menolak keberatan utang pajak yang diajukan SDH. Konsekuensi dari hasil putusan pengadilan itu menyebabkan utang pajaknya bertambah 100 persen menjadi Rp43 miliar sekian," ujarnya.
SDH, kata Lusiani, adalah wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Surakarta. Ia pengusaha distributor di bidang perdagangan besar gula pasir dan tepung terigu di Kota Solo.
Penyanderaan dengan menitipkan di rutan telah memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.
Tak ada itikad
SDH dinilai tidak memiliki itikad baik karena serangkaian proses penagihan aktif yang sudah dilakukan KPP Pratama Surakarta tidak membuat pengemplang pajak itu mau melunasi utang pajaknya.
"Penyanderaan dilakukan setelah mendapatkan izin untuk melakukan penyanderaan dari Menkeu (Menteri Keuangan) dan penyanderaan akan diakhiri apabila wajib pajak tersebut telah melakukan pelunasan utang pajak," kata Lusiani.
Tindakan penyanderaan itu diharapkan menjadi pelajaran bagi para penunggak pajak yang sampai kini belum melunasi utang pajaknya. "Di wilayah Kanwil Pajak Jawa Tengah II sudah dua kali melakukan eksekusi penyanderaan penunggak pajak. Pertama adalah wajib pajak di Purworejo, sedangkan yang kedua adalah SDH di Solo," ujarnya.
Kepala Keamanan Rutan Kelas 1A Surakarta, Urip Dharma Yoga, mengatakan bahwa SDH ditempatkan di blok khusus perempuan. "Kami sudah siapkan jauh hari satu kamar untuk titipan sandera pajak," katanya.
SDH menempati ruang sel khusus dan hanya seorang diri. Hal itu dilakukan ?karena berbeda dengan warga binaan lain, sedangkan pengemplang pajak harus diasingkan dengan kamar sendirian.
"Dia tidak boleh dikeluarkan dari kamar sel, kecuali untuk mendapatkan pelayanan dan kesehatan, rohani, olah raga, kunjungan keluarga dan kunjungan kuasa hukum. Untuk kunjungan pun harus mendapatkan izin dari pihak penyandera, yakni Kanwil Pajak," kata Urip.
(ren)