Dua Ratus Warga Sulut Jadi Korban Perdagangan Orang di Kongo

Ilustrasi TKI RI di Malaysia.
Sumber :
  • Satria Lubis (Medan)

VIVA.co.id – Sekitar 200 warga Sulawesi Utara dilaporkan menjadi korban perdagangan orang di Kongo, Afrika Barat Tengah. Mereka awalnya dijanjikan bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di negara itu tetapi ilegal.

Lindungi Warga di Wilayah Konflik, TNI AD Rotasi Prajurit yang Bertugas di Kongo dan Afrika Tengah

Robby Lumi, seorang mantan TKI, mengatakan hal itu dalam rapat dengar pendapat dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara di Manado, Kamis, 26 Mei 2016.

Robby menjelaskan, mereka awalnya dijanjikan gaji sekian dolar Amerika Serikat per bulan tetapi sering dipotong dan terlambat dibayarkan oleh seseorang yang mereka sebut sebagai makelar. Orang itu, disebut Robby, bernama Ince Kondihe, warga Kota Bitung, Sulawesi Utara (Sulut). Dia sebenarnya juga TKI tetapi sekaligus merekrut orang-orang asal Sulut untuk bekerja di Kongo.

Kejati Jatim Bongkar Dugaan Korupsi Proyek di Kongo, Ini Respons PT INKA

Menurut Robby, Ince Kondihe telah menelantarkan para TKI asal Sulut yang direkrutnya tanpa ada jaminan keamanan, keselamatan dan kesehatan selama bekerja di Kongo. Dia dijanjikan digaji 1.000 dolar Amerika Serikat tetapi sering dipotong hingga separuhnya. Itu pun gaji ditahan sampai tiga bulan.

Hal itulah yang menjadi pemicu sehingga ia dipulangkan oleh Mr A Kao, yang disebut Robby sebagai pengawas orang-orang rekrutan Ince di Kongo. “Ince ini makelar kami, tapi dia tidak punya perusahaan. Perusahaan ada di Malaysia. Karena Ince ini suaminya asal Malaysia, jadi dia melakukan perekrutan di Bitung,” ujar Robby, yang pergi bekerja di Kongo pada Mei 2012 dan kembali pada 2013.

Eks Dirut PT INKA Ditahan Kejati Jatim Usai Jadi Tersangka Korupsi Proyek di Kongo

“Saya dan beberapa teman saya ke Kongo (berangkat) melalui Bandara Sam Ratulangi Manado, ke Singapura dan langsung ke Kongo,” katanya.

Meski tidak memiliki Surat Izin Pelaksana Pengiriman Tenaga Kerja (SIPPTK), Ince merekrut pekerja di Sulut sejak tahun 2007. Bahkan, kata Robby, sebelum berangkat, Ince menjamin bahwa semua akan baik-baik saja dan tak ada masalah.

Ia pun mengaku tak lagi bertanya legal atau ilegalnya perekrutan karena iming-iming gaji besar, yang ia harapkan bisa menyejahterakan keluarganya.

“Setahu saya, kami dari Sulut ada dua ratusan pekerja. Itu yang direkrut oleh Ince. Di Kongo kami bekerja sesuai keahlian untuk pelebaran jalan di sana. Ada yang jadi driver, operator dozer, grider dan lainnya,” kata Robby.

Nasib para pekerja asal Sulut di Kongo yang direkrut Ince tak jelas. Soalnya paspor mereka ditahan dan mereka tak dapat berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di sana.

Dia mengingat ada beberapa pekerja asal Indonesia yang meninggal dunia di Kongo. Dua di antaranya dimakamkan di Kongo dan seorang yang lain dipulangkan ke Ambon. “Istri yang menerima mayat tanpa ada asuransi apa pun,” katanya.

Ketua Komisi IV DPRD Sulut, James Karinda, mengultimatum Dinas Tenaga Kerja Sulut dan Kota Bitung untuk segera memanggil Ince. “Ince harus sudah dipanggil, dan kita urus ini semua. Tidak ada alasan lain lagi. Ini harus kita bantu. Pemerintah harus bantu,” ujar politikus Partai Demokrat itu.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya