KPK Sebut Lembaga Peradilan Indonesia Sangat Bermasalah

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif menilai, lembaga peradilan hukum di lndonesia masih bermasalah. Hal tersebut dikuatkan setelah KPK menangkap tangan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang yang juga Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner Purba beserta rekannya Hakim Toton karena diduga menerima suap.

Eks Penyidik KPK Bilang Zarof Ricar jadi Kunci Bongkar Mafia Peradilan, Banyak Pihak Bakal Terseret

"Ada beberapa yang ditangkap akhir-akhir ini menunjukkan bahwa lembaga penegakan hukum kita itu masih bermasalah," kata Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 25 Mei 2016.

Syarif menjelaskan, KPK saat ini tengah berupaya melakukan pembenahan tata kelola pada sektor penegakan hukum. Hal tersebut merupakan salah satu fungsi dan tugas KPK yang telah diatur dalam Undang Undang.

Bamsoet Ingatkan AHY soal Mafia Tanah Kerap Berkolaborasi dengan Mafia Peradilan

"KPK ingin bekerja sama dengan Kejaksaan, Kepolisian dan MA (Mahkamah Agung) berupaya keras untuk perbaiki situtasi ini agar lebih baik di masa yang akan datang." 

Sebelumnya, KPK menetapkan dua hakim serta satu orang panitera di Pengadilan Tindak Pidana korupsi pada Pengadilan Bengkulu sebagai tersangka. Mereka adalah Janner Purba, Toton serta Badaruddin Asori Bachsin alias Billy.

Jimly Cerita Mafia Peradilan Setahun Sekali Gelar Rakernas Pamer Banyak Dapat Duit

Ketiganya diduga telah menerima suap terkait penanganan perkara dugaan korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yasin Bengkulu tahun 2011.

KPK menduga, suap diberikan oleh mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan Rumah Sakit M. Yunus, Edi Santoni serta mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit M. Yunus, Syafri Syafii.

Keduanya diketahui merupakan terdakwa dalam perkara yang tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Bengkulu tersebut. Sementara ketua majelis hakim  dari perkara tersebut adalah Janner dengan Toton sebagai anggotanya. 

Edi dan Syafri diduga telah memberikan suap sebesar Rp150 juta kepada kedua hakim meskipun diduga telah ada pemberian sebelumnya sebesar Rp500 juta pada 17 Mei 2016 lalu.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya