Unpad: Megawati Layak Mendapat Gelar Doktor Kehormatan
- ANTARA/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id - Presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, akan mendapatkan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat, pada Rabu, 25 Mei 2016.
Penganugerahan gelar doktor kehormatan bidang politik dan pemerintahan itu dijadwalkan digelar di Grha Sanusi Hardjadinata, kompleks kampus Unpad. Tim promotor penganugerahan gelar itu adalah Prof Obsatar Sinaga sebagai ketua tim, Prof Oekan S Abdoellah, dan Dr Arry Bainus.
Unpad mengklarifikasi tudingan sebagian kalangan bahwa kampus itu sedang mengobral gelar, terutama kepada tokoh-tokoh politik. Menurut Obsatar Sinaga, ada dasar akademik yang kuat bagi Unpad untuk menganugerahkan gelar kehormatan bidang politik dan pemerintahan kepada Megawati, di antaranya, kebijakan-kebijakan selama menjabat presiden yang masuk dalam beberapa konsep akademik ilmu politik.
"Dalam ilmu politik ada beberapa banyak konsep, yang konsep tersebut terverifikasi pada saat zaman Megawati," kata Obsatar kepada wartawan di kampus Unpad, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, pada Selasa, 24 Mei 2016.
Obsatar menjelaskan bahwa dasar Unpad memberikan gelar dotor kehormatan itu adalah dinamika dan karier politik Megawati saat menjabat Wakil Presiden.
"Ketika kepemimpinan Abdurahman Wahid, dan Megawati sebagai wakilnya, kepercayaan rakyat kepada pemerintah menurun, ada delegitimasi. Itu harus dijawab oleh pemerintah, dan pada saat itu tidak berhasil karena fokus pada poros tengah," ujarnya.
Dia menambahkan, akibat dinamika itu, produk hukum seperti undang-undang antikorupsi yang membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjadi bibit kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
Bahkan, saat masa jabatannya berakhir, masyarakat secara langsung mempertanyakan proses Pemilu. Dengan keyakinan berperan aktif dalam proses politik, menjadi bukti keputusan-keputusan yang diambil Megawati berdampak positif.
"Undang-undang itu mengembalikan kepercayaan rakyat, waktu dia mengakhiri masa jabatan, rakyat bertanya apakah akan dipilih melalui MPR. Protes pada saat itu. Saat itu juga Megawati menerbitkan Undang-Undang Nomor 24 tentang pemilihan secara langsung."
(mus)