Cerita Bripka Seladi, Puluhan Tahun Mengayuh Sepeda

Bripka Seladi, aparat Kepolisian Resor Kota Malang, mengayuh sepedanya pada Jumat, 20 Mei 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A. Pitaloka

VIVA.co.id – Bripka Seladi, aparat Kepolisian Resor Kota Malang, menjadi buah bibir karena kejujuran kinerjanya dan tak malu bekerja sampingan sebagai pemulung.

Kisah Muiz Bocah 12 Tahun yang Rawat 7 Adiknya, Rela Jualan Demi Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Selama mengabdi sebagai polisi, Bripka Seladi yang bertugas di Unit Lalu Lintas sejak 2001, tak pernah menggunakan fasilitas kendaraan dinas untuk bekerja. Pria berusia 57 tahun lebih memilih berangkat bekerja menggunakan sepeda kayuh warisan orang tuanya.

“Saya ambil sepeda itu dengan menaikinya, dari Tirtoyudho sampai Malang tahun 1980-an,” kata Seladi sambil menunjukkan sepeda kayuh kebanggaannya pada Jumat, 20 Mei 2016.

Belajar dari Manusia Rp2.000 Triliun Jensen Huang: Filosofi Hidup Tukang Kebun yang Bikin ‘Kaya Raya’

Sepeda berwarna putih itu selalu dikendarainya ketika berangkat dari rumah di Kelurahan Gadang, Kecamatan Sukun, menuju kantornya di Kantor Samsat Kelurahan Klojen, Kecamatan Klojen. Begitu juga ketika Seladi mendapat tugas mengatur riuhnya lalu lintas pagi di simpang empat Pasar Blimbing.

Seladi terbiasa mengayuh sepeda hingga sepuluh kilometer setiap hari. “Ini sehat, daripada nanti terpaksa naik sepeda karena sakit, lebih baik seperti ini,” katanya.

Cara PNM Dorong Pemberdayaan Ekonomi Gen Z

Sejak menjadi polisi pada tahun 1978, Seladi memang tak pernah menggunakan fasilitas kendaraan dinas. Dia khawatir tak mampu menjaga amanat negara ketika menggunakan kendaraan dinas.

“Tahun 2009, saya dipercaya merawat mobil untuk uji SIM (surat izin mengemudi) roda empat itu. Tapi, saya takut salah menggunakan, jadi lebih baik tidak saya pakai untuk keperluan pribadi,” katanya.

Seladi benar-benar menjaga amanat jabatannya. Dia tak mau menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Lebih 38 tahun bekerja, Seladi puas, meski hanya memiliki gudang pinjaman dan gunung sampah plastik. Banyak pemberian ditolaknya dengan halus.

“Mereka berterima kasih dan memberikan berbagai hadiah karena saya menjalankan tugas. Jika saya bukan anggota polisi dan tidak membantu mereka mengurus SIM, apakah masih akan memberi saya. Saya tak mau menerima hadiah yang tidak pada tempatnya,” ujarnya.

Dia berharap banyak polisi yang mau membaur dengan warga dan memberikan teladan bagi masyarakat. Harapan itu salah satunya dilabuhkan kepada anak keduanya yang kini sedang mengikuti ujian pendidikan Kepolisian jalur Tamtama Polri.

Ini adalah pendaftaran ketiga bagi anak lelakinya setelah gagal di dua pendaftaran sebelumnya akibat nilai akademis yang tak mencukupi dan tak lulus tes kesehatan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya