Perajin Rotan Sampit di Ujung Waktu
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA.co.id – Tiga puluh lima tahun lalu, asal Sampit, Kalimantan Tengah begitu berkibar. Hasil kerajinan beragam bentuk dari wilayah ini menjadi primadona sejumlah hotel elit di Jakarta hingga Eropa.
Bahkan berkat termasyhurnya Sampit, geliat ekonomi di Bumi Baharing Kalimantan Tengah begitu bergairah. Deretan perajin dengan berbagai ciri khas menjamur, khususnya di wilayah kawasan Simpang Tiga Baamang.
Ya, daerah ini lah yang dulu menjadi pusat dari seluruh perajin . Segala macam bentuk kerajinan bisa ditemukan di kawasan ini.
Namun sayang,kejayaan itu kini menjadi cerita dulu. Semuanya sudah sirna tak berbekas. Simpang Tiga Baamang yang dulu pernah menjadi rumahnya perajin Sampit, kini sepi melompong.
Dari ratusan perajin, hanya menyisakan dua perajin. Itu pun dalam kondisi cukup memprihatinkan. "Sekarang berbisnis cuma bisa untuk bertahan hidup. Tidak ada lagi kemegahan masa lalu," kata Dhani, perajin Sampit, Jumat 20 Mei 2016.
Dhani, merupakan generasi ketiga dari keluarganya. Ia bertahan menjadi perajin sejak masa kakeknya yang sempat berjaya di era 80-an hingga 90-an.
Dhani mengakui salah satu masalah yang dihadapi perajin adalah kemampuan alih teknologi. Sebab, bersaing melawan pabrik dengan perangkat canggih memang harus memakan modal banyak.
"Kami akui pekerjaan kami manual. Tapi saya yakin, bisa menggunakan teknologi. Cuma soalnya ini perhatian pemerintah, kami tak pernah sekali pun dibantu permodalan kerja," kata Dhani.
Kini, kawasan Simpang Tiga Baamang yang disebut rumah perajin tinggal kenangan. Cerita gagahnya Sampit di Kota Waringin Timur pun menjadi cerita lama. Satu persatu perajin undur diri dari geliat bisnis ini meski rotan masih melimpah. Dhani pun terpaksa bertahan dengan seorang rekannya. Dan praktis, kini hanya tersisa dua perajin di daerah ini.
Didi Syachwani/Kalimantan Tengah