KPK Periksa Bos Paramount Enterprise lnternational
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap, Eddy Sindoro, bos Paramount Enterprise Jumat 20 Mei 2016. Eddy diperiksa terkait penyidikan kasus dugaan suap pengamanan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DAS (Doddy Aryanto Supeno)," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.
Eddy diketahui menjadi salah satu pihak yang dicegah keluar negeri terkait kasus ini. Kantor Eddy juga diketahui menjadi salah satu lokasi penggeledahan penyidik. Dia diduga turut mengetahui mengenai perkara.
Sebelumnya, Yuyuk menyebut keterangan Eddy diperlukan untuk mengungkap lebih jauh kasus yang disebut melibatkan satu korporasi besar ini.
"ES diduga mengetahui beberapa perkara sengketa yang melibatkan korporasi besar dalam kasus ini," kata Yuyuk.
Pihak KPK sebelumnya tidak menampik bahwa kasus dugaan suap di PN Jakarta Pusat itu masih ada keterkaitan dengan perusahaan Lippo. Atas dasar hal tersebut, penyidik lantas melakukan pemeriksaan saksi dari pihak Lippo.
Salah satunya adalah Suhendra Atmadja yang tercatat pernah menjadi Wakil Presiden Komisaris di Lippo Cikarang dan Presiden Komisaris Lippo Securities.
Bahkan berdasarkan informasi dihimpun, Eddy Sindoro diketahui pernah menjabat di sejumlah posisi di perusahaan Lippo Group. Diantaranya adalah Marketing Group Head PT Bank Lippo Tbk, Konsultan Presiden Direktur PT Lippo Bank Tbk, Presiden Direktur PT Lippo Karawaci Tbk, Presiden Direktur PT Bank Lippo Tbk, Presiden Direktur PT Lippo E-Net Tbk, Presiden Direktur PT Siloam Health Care Tbk serta Komisaris PT Matahari Putra Prima Tbk dan Lippo Karawaci.
Namun hingga saat ini, pihak KPK belum menjelaskan lebih jauh mengenai perkara yang terindikasi suap dalam pengamanan perkara di PN Jakarta Pusat ini. Termasuk menjelaskan mengenai dugaan keterlibatan Eddy Sindoro.
Terkait kasus ini, KPK telah menetapkan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution sebagai tersangka karena diduga telah menerima suap. Dia diduga menerima suap dari seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno dengan maksud untuk mengamankan sejumlah perkara.
Diduga, perkara tersebut terkait korporasi Lippo Group. Pihak KPK tidak menampik jika salah satu perkara yang diduga terindikasi suap itu adalah terkait perkara Kymco Lippo Motor lndonesia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Kymco Lippo sempat dimohon pailit oleh sejumlah kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Permohonan pailit tersebut kemudian dikabulkan pengadilan, bahkan hingga tingkat PK.
Kymco lalu diharuskan membayar terhadap pihak penggugat pailit dalam batas waktu yang telah ditentukan. Namun, Kymco kemudian mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar tidak perlu dipailitkan.
Diduga, terjadi suap dalam mengajukan PKPU tersebut ke PN Jakarta Pusat. Lantaran batas waktu pengajuannya telah lewat. Hal tersebut diduga yang menjadi dasar terjadinya suap kepada Edy Nasution.
Diketahui, Edy tertangkap tangan KPK karena diduga telah menerima suap dari Doddy Aryanto Supeno.
Suap tersebut diduga diberikan terkait pengamanan perkara di PN Jakarta Pusat. Edy diduga dijanjikan uang hingga sebesar Rp500 juta. Pada saat ditangkap, KPK menemukan uang Rp50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp100 juta.
Kasus ini terungkap setelah Edy dan Doddy tertangkap tangan oleh Tim Satgas KPK usai penyerahan uang di sebuah Hotel, Rabu 20 April 2016. Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.