Waspada Penghancuran Indonesia dari Dalam Negeri
- Nur Faishal/ VIVA.co.id
VIVA.co.id – Mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Jenderal Polisi (Purn) Da'i Bachtiar, menyebut potensi bahaya yang ada di Poso dan Papua, perlu segera ditanggulangi. Sebab, masalah di kedua wilayah itu, menyangkut kelompok Santoso di Poso dan isu Papua, berpotensi memecah kesatuan bangsa.
"Tapi di Poso masih ada Santoso yang sampai sekarang diburu. Tapi di sana ada juga luka masyarakat sipil yang belum selesai," kata Da'i di acara seminar Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) di Unitomo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 19 Mei 2016.
Untuk Papua, Da'i menyebutnya sebagai daerah paling rawan konflik. Daerah paling ujung timur Indonesia itu, juga menjadi perhatian dunia. "Papua perlu hati-hati. Ada isu-isu internasional masuk di Papua," ungkapnya.
Da'i berpendapat, peta konflik itu harus dianalisis dari sisi kebudayaan. Sebab, konflik itu bisa menjadi masalah yang berujung pada hancurnya negara. "Indonesia justru hancurnya dari dalam sendiri," katanya. "Karena itu diperlukan langkah pencegahan."
Sebagai mantan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Da'i juga melihat peta konflik di negara kawasan Asia Tenggara. Jika dilihat dari kawasan teritorial, menurutnya, Indonesia termasuk negara aman.
Dia menyebut negara yang paling rawan berseteru di kawasan ini ialah Filipina dan Malaysia. "Potensi konflik terbesar di ASEAN ialah Filipina dan Malaysia," ucapnya.
Dia menyebut salah satu pemicu konfliknya ialah perebutan wilayah di Sabah. "Kalau Anda mendengar Sabah, itu menurut Filipina masuk wilayahnya. Di Sabah, problem orang asing luar biasa. Sedangkan Indonesia aman," katanya.
Dalam kesempatan sama, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, mengatakan, keruntuhan negara bisa terjadi ketika kejahatan terus-menerus terjadi, dan negara tidak mampu mengatasinya.
Mahfud menyebut empat tahap menuju kehancuran negara akibat kejahatan. Yakni terjadinya disorientasi penegakan hukum, hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga penegak hukum, lalu pembangkangan hukum.
"Ketika semua itu terjadi, maka akan muncul 'dis' keempat, yaitu disintegrasi atau jalan menuju hancurnya negara," ucap Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.