Kasus Suap Raperda Reklamasi, KPK akan Cecar Ahok
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA.co.id – Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan, penyidik akan memeriksa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok esok hari dalam kasus dugaan suap dalam pembahasan dua Raperda mengenai Reklamasi.
Menurut dia, penyidik memanggil Ahok untuk menelisik sejumlah hal. Salah satunya adalah mengenai proses pembahasan raperda, termasuk di antaranya pembahasan mengenai tambahan kontribusi.
"Latar belakang penetapan besaran kontribusi tambahan," kata Yuyuk dalam pesan singkatnya, Senin, 9 Mei 2016.
Pada salah satu poin usulan dalam Raperda, Pemprov DKl Jakarta mencantumkan angka 15 persen tambahan kontribusi sebagai syarat bagi pengembang. Hal tersebut diduga menjadi penyebab pembahasan Raperda menjadi mandeg dan berlarut-larut. Lantaran pihak DPRD menilai bahwa poin tambahan kontribusi itu tidak mempunyai dasar hukum.
Yuyuk menambahkan, selain soal pembahasan Raperda, Ahok juga akan ditelisik mengenai hal lain. Salah satunya adalah terkait sejumlah izin reklamasi yang dikeluarkan oleh Ahok.
"Perizinan reklamasi yang dikeluarkan selama yang bersangkutan menjabat," kata Yuyuk.
Berdasarkan catatan yang dihimpun, dari 17 pulau reklamasi Ahok telah mengeluarkan beberapa izin. Pada 10 Juni 2014, Ahok menerbitkan surat perpanjangan izin prinsip reklamasi setelah sebelumnya izin prinsip itu diterbitkan pada masa kepemimpinan Fauzi Bowo saat masih menjabat Gubernur DKl Jakarta.
Izin prinsip tersebut antara lain yakni Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo, Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land, Pulau l kepada PT Jaladri Kartika Pakci serta Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol.
Ahok kemudian mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi yakni untuk Pulau G pada 23 Desember 2014, untuk Pulau F dan l pada 2 Oktober 2015, serta untuk Pulau K pada 17 November 2015.
Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Trinanda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran Rupiah.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.
Saat ini, penyidik baru menetapkan tiga tersangka, yakni Ariesman, Trinanda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Trinanda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.