Dugaan Suap Panitera, Pengacara: Itu Uang Terima Kasih
- VIVA.co.id / Foe Peace
VIVA.co.id – Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution tidak menampik bahwa dia pernah menerima sejumlah uang dari pihak swasta. Namun, dia membantah uang tersebut sebagai suap, melainkan hanya uang terima kasih karena telah mempercepat pengurusan suatu perkara.
Hal tersebut diungkapkan oleh pengacara Edy, Susilo Aribowo saat dikonfirmasi mengenai kasus dugaan suap yang menjerat kliennya tersebut.
"Jadi, ada orang minta tolong supaya berkasnya cepat dinaikkan ke Mahkamah Agung. Ini kan berupa berkas, dia (Edy) enggak ngapa-ngapain. Jadi, cuma uang terima kasih saja yang Rp50 juta itu," kata Susilo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 4 Mei 2016.
Seperti diketahui, Edy tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah diduga menerima suap Rp50 juta dari pihak swasta bernama Doddy Aryanto Supeno. Uang tersebut diduga terkait pengurusan peninjauan kembali (PK) suatu perkara.
Berdasarkan pengembangan, Edy diduga pernah menerima uang Rp100 juta terkait perkara yang lain.
Saat ditanya apakah perkara yang diurus Edy terkait PT Kymco atau PT Asian Across Limited, Susilo menyebut kliennya lupa.
"Untuk percepatan saja, supaya naik (ke MA). Dia sudah lupa yang Rp50 (juta) untuk yang mana, yang Rp100 (juta) untuk yang mana," katanya.
Terkait sosok Doddy, Susilo tidak menampik bahwa kliennya tersebut mengenal Doddy. Kliennya mengenal Doddy lantaran dikenalkan oleh pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah bernama Wresti Kristian Hesti. Sementara itu, perkenalan Edy dengan Hesti, menurut Susilo, telah berlangsung lama.
"Dia cuma kenal Hesti, cuma itu saja. Dia dikasih duit, terus di-OTT (operasi tangkap tangan)," ujar Susilo.
Sebelumnya, KPK tidak menampik jika kasus dugaan suap di PN Jakarta Pusat itu masih ada keterkaitan dengan perusahaan Lippo.
Pada prospektus PT Lippo Karawaci Tbk tahun 2004, Doddy Ariyanto Supeno tercatat sebagai direktur PT Kreasi Dunia Keluarga. Perusahaan yang bergerak di bidang properti itu didirikan berdasarkan Akta Notaris Nomor 2 Tahun 1993.
Doddy merupakan pihak yang disangka telah memberikan suap kepada Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution. Suap tersebut diduga terkait pengajuan PK suatu perkara. Namun, diduga perkara yang diurus itu lebih dari satu.
Terkait penyidikan kasus ini, penyidik telah mencegah dua pihak ke luar negeri. Mereka adalah Chairman Paramount Enterprise lnternational, Eddy Sindoro dan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi.
Eddy Sindoro diketahui pernah menjabat di sejumlah posisi di perusahaan Lippo Group. Perusahaannya, yakni Paramount juga menjadi salah satu lokasi yang sempat digeledah penyidik. Hingga saat ini, belum diketahui keterkaitan Eddy dalam kasus ini.
Sementara itu, terkait Nurhadi, penyidik juga sempat menggeledah rumah dan ruang kerjanya. Penyidik bahkan sempat menyita uang Rp1,7 miliar dari rumah Nurhadi. Belum diketahui juga keterkaitan Nurhadi pada kasus ini.