Cerita Sandera Soal Rokok dan Ramahnya Kelompok Abu Sayyaf
- VIVA.co.id/Wahyudi Agus
VIVA.co.id – Wendi Rakhadian (28) - yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina dan telah dibebaskan pada Minggu 1 Mei 2016 - merekam kenangan baik selama ditahan bersama kelompok yang telah berafiliasi dengan ISIS di Suriah. Menurut Wendi, selama disandera sejak 26 Maret 2016, awalnya mereka begitu ketakutan saat melihat kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
"Jika satu dari kalian bikin masalah, maka semuanya akan kena," kata Wendi menirukan salah seorang anggota Abu Sayyaf, Selasa 3 Mei 2016.
Namun demikian, kesan seram itu ternyata tak sepenuhnya benar. Ternyata saat sudah di daratan dan sejalan waktu. Kelompok bersenjata Abu Sayyaf ternyata tak pernah melakukan kekerasan terhadap Wendi dan sembilan rekannya sesama awak kapal Brahma 12.
"Mereka memperlakukan kami dengan baik dan tidak memberikan kekerasan," kata Wendi. "Sehingga kami merasa aman-aman saja meski sangat cemas dan berharap segera pulang."
Wendi pun mencontohkan salah satu perlakuan baik yang mereka alami. Yakni soal bberbagi rokok. Ternyata, kata Wendi, sandera diperkenankan untuk meminta rokok dengan mereka yang menjaganya. "Kalau ingin merokok, kami minta aja ke anggota Abu Sayyaf bersenjata lengkap yang menjaga kami, dan mereka kasih" ujarnya sambil tertawa.
Perlakuan Sama
Tak cuma itu, menurut Wendi, meski berstatus sandera. Secara prinsip antara sandera dan kelompok bersenjata Abu Sayyaf sesungguhnya sama.
Salah satunya dalam soal makan. Menurut Wendi, tidak ada pembedaan antara sandera dengan mereka yang menyandera. "Kami diperlakukan sama dengan mereka, jika mereka makan kami juga makan dan jika mereka tak makan kami pun ikut pula," katanya.
Meski begitu, Wendi mengaku cukup keletihan selama ditawan Abu Sayyaf. Sebabnya, mereka kerap berpindah-pindah lokasi. "Tempat penyekapan berpindah pindah, kadang di hutan dan kadang di rumah, makanya tak bisa mandi kecuali kalau hari hujan dan di tengah hutan," kata dia.
Mobilitas yang tinggi tersebut, lanjut Wendi, membuat mereka akhirnya tidak bisa membersihkan diri dengan leluasa. Dalam ingatannya, selama 35 hari disandera, Wendi dan rekannya hanya bisa mandi lima kali. Itu pun dengan air hujan yang turun.
Umumnya, kata Wendi, dalam setiap pergerakan, seluruh sandera pasti berjalan kaki dari hutan ke hutan. Sekurangnya selama tiga jam perjalanan. Langkah itu untuk menghindari kejaran militer Filipina.
Hingga akhirnya tiba pada satu waktu, sepuluh sandera dibawa dengan sebuah perahu dan ditambah jalan kaki selama setengah jam, para sandera yang sudah tidak tahu waktu dan tanggal, dibawa ke sebuah truk.
"Waktu itu sekitar siang, setelah berjalan kaki kami melihat sebuah bus yang sudah menunggu, kami pun disuruh naik," paparnya.
Sejam mobil berjalan, mereka pun sampai di sebuah rumah yang ternyata rumah Gubernur Sulu, Abdusakur Toto Tan II yang sudah menunggu dan mempersilakan masuk. Mereka dijamu makan siang dan diberi pakaian ganti.
"Kami dihidangkan makanan, mulai dari ikan gulai, ikan bakar, gulai daging, dan minuman bermacam macam. Bayangkan saja, selama 36 hari makan kami tak jelas, tapi setelah dihidangkan di rumah gubernur Sulu, rasanya ingin menyantap semua," kata Wendi.
Hinga di sore hari, mereka pun dibawa menggunakan mobil ke pangkalan Filipina dan langsung naik helikopter menuju Zamboanga dalam dua jam perjalanan dan kemudian berpindah ke pesawat yang membawanya pulang ke Indonesia.
Meski begitu, Wendi tetap mengaku tidak kapok dengan pembajakan. Putra sulung Aidil dan Asmizar ini mengaku akan tetap jadi pelaut.
"Tidak kapok berlayar. Meski gara gara penyanderaan tersebut mengalami turun berat badan hingga 10 kilogram," tutup dia.
(ren)