Menko Luhut Pastikan RI Tak Akan Penuhi Uang Tebusan

Sepuluh warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf sejak 26 Maret 2016 akhirnya tiba di Indonesia, Minggu malam, 1 Mei 2016.
Sumber :
  • ANTARA/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Banyak pihak bertanya-tanya, apakah benar pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf Filipina tanpa pembayaran tebusan? Mengingat, sebelumnya seorang warga negara Kanada, John Ridsdel (68), dieksekusi dengan cara dipenggal akibat tidak membayar tebusan US$80 juta (sekitar Rp105 miliar).

Dua Sandera WNI Asal Wakatobi Bebas di Filipina Selatan

Disinggung soal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui para WNI berhasil dibebaskan tanpa membayar uang tebusan.

"Sampai hari ini yang saya tahu begitu (tidak membayar tebusan). Nggak tahu yang saya nggak tahu," ujar Luhut singkat, usai bertemu Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Senin 2 Mei 2016.

Penculikan di Perairan Global Naik Tiga Kali Lipat

Luhut menegaskan, pemerintah tidak pernah melakukan pembayaran uang tebusan seperti yang diminta sebelumnya, yakni sebesar 50 juta peso atau setara dengan Rp15 miliar.

Kalau pun ada pihak lain, seperti perusahaan yang membayar, Luhut mengatakan itu bukan urusan pemerintah.

Warganya Dipenggal Abu Sayyaf, Duterte: Musnahkan Mereka

"Ya sampai sekarang kita tidak akan pernah mengklaim kalau dari pemerintah melakukan (membayar tebusan) karena pemerintah tidak pernah melakukan itu," katanya.

Namun untuk menghindari kejadian serupa terulang, pemerintah akan melakukan pertemuan tiga negara yakni Indonesia, Filipina dan Malaysia. "Karena tiga negara itu yang berkaitan langsung dengan perairan yang ke Filipina," kata Luhut.

Menyangkut pembebasan 10 WNI dan masih ada 4 lagi yang ditawan, Luhut memastikan pemerintah akan melakukan evaluasi. Termasuk upaya pembebasan yang masih ditawan tersebut.

Siang ini juga, katanya, akan dilakukan evaluasi itu di Kementerian Luar Negeri.

Sebelumnya, Ridsdel diculik dari kawasan resor wisata bersama dengan warga Kanada lainnya, Robert Hall dan pacarnya bernama Marites Flor asal Filipina, serta Kjartan Sekkingstad asal Norwegia, dekat kota Davao, sekitar 500 kilometer Pulau Jolo, pada 21 September 2015.

Mereka dibawa sejauh 500 kilometer ke Pulau Jolo, Filipina Selatan. Abu Sayyaf lalu merilis sebuah video satu bulan setelah penculikan yang berisi tuntutan tebusan sebesar US$80 juta (sekitar Rp105 miliar).

Dalam rilis videonya, para korban sandera dipaksa mengemis di depan kamera untuk meminta keselamatan hidup mereka. Para sandera tampak kondisinya semakin lemah.

Dalam video terbaru itu, Ridsdel mengatakan bahwa ia akan dibunuh pada 25 April 2016 jika uang tebusan tidak dibayar. Dan ancaman itu benar terjadi.

Kepala Ridsdel ditemukan oleh kepolisian Filipina di sebuah pulau terpencil. "Kami menemukan kepala dalam kantong plastik. Kepala itu adalah milik pria Kaukasia," kata Kepala Polisi Jolo, WIlfredo Cayat.

Namun, ia mengaku tidak bisa langsung mengidentifikasi identitas pemilik kepala tersebut.

Cayat juga mengatakan, anak buahnya melihat dua orang mengendarai sepeda motor turun di dekat balai kota di Jolo, sebuah pulau terpencil sekitar 1.000 kilometer dari Selatan Manila yang merupakan salah satu benteng utama kelompok Abu Sayyaf, dan membuang “sampah” plastik.

Ketika diambil dan diperiksa, polisi menemukan sebuah kepala dalam plastik yang terbuang itu.

"Ini sangat sulit (diterima). Selama ini saya selalu terlibat dalam menemukan solusi untuk membebaskan Ridsdel. (Berita pemenggalan) Ini jelas menyakitkan," kata Bob Rae, teman Ridsdel, asal Kanada.

Dua WNI (tengah) berhasil bebas dari sandera Abu Sayyaf.

RI Upayakan 2 WNI Sandera Abu Sayyaf Bisa Cepat Pulang

Kedua sandera harus segera dikeluarkan dari Filipina secepat mungkin.

img_title
VIVA.co.id
22 Januari 2018