BAPETEN: Indonesia Rentan Penyelundupan Bahan Nuklir
- Reuters
VIVA.co.id – Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan dua surat arahan tentang Radiation Portal Monitor (RPM) dan Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan bahan nuklir. Kedua surat tersebut ditandatangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 4 April 2016 lalu.
Surat pertama bernomor B-201/Seskab/polhukam/4/2016 berisi arahan Presiden kepada Mendagri dan Menhub untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memasang RPM di seluruh pelabuhan internasional, bandar udara internasional dan pos lintas batas negara, sebagai bentuk pengawasan dan pencegahan zat radioaktif atau nuklir masuk dan keluar wilayah Indonesia secara ilegal.
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Prof Jazi Eko Istiyanto, mengatakan pasca dikeluarkan dua surat itu, BAPETEN hingga saat ini sudah memasang enam RPM di Pelabuhan Belawan, Bitung, Makasar, Tanjung Priok dan Tanjung Perak, serta Bandara Soekarno Hatta.
"Dalam waktu dekat kita juga akan memasang RPM di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang," kata Jazi di Yogyakarta, Kamis 28 April 2016.
Jazi memastikan, dengan pemasangan ini, jika ada yang ingin berbuat jahat menyelundupkan bahan radioaktif melewati jalur bandara internasional atau pelabuhan akan bisa diketahui.
"Tentu mereka yang akan menyelundupkan pasti memilih jalur yang aman (untuk mereka)," ungkapnya.
Pemasangan RPM ini juga memiliki kelebihan. Kata Jazi, bandara dan pelabuhan yang memiliki fasilitas mesin pemindai menggunakan X-Ray hanya bisa melihat barang dalam isi kemasan, namun tidak bisa mengungkap adanya bahan radioaktif atau nuklir.
"Paling yang diketahui tempat untuk membawa bahan radioaktif atau nuklir dan isinya tidak diketahui jika tidak ditanya kepada pemilik barang. Dan pemilik barang tidak mungkin mengaku membawa nuklir," terangnya.
Kondisi ini membuat banyak daerah di Indonesia yang belum terpasang RPM, rentan terhadap bahaya nuklir karena bahan radioaktif tidak bisa dilihat.
"Bisa bayangkan bila teroris nuklir menyebarkan radioaktif yang berbahaya ke penampungan air PDAM, maka masyarakat akan mandi dan minum air yang terkontaminasi radioaktif yang dampaknya baru terasa 10 atau 20 tahun yang akan datang," jelasnya.
Kondisi ini juga yang membuat Sekretaris Kabinet meminta agar Istana Presiden dan Wakil Presiden dipasangi RPM. "Sejauh ini pengamanan di istana baru menggunakan metal detektor maupun X-Ray yang tidak bisa mendeteksi adanya bahan radioaktif atau nuklir," ungkapnya.
Mohammad Ridwan, Kepala Bagian Humas dan Protokol BAPETEN, mengungkapkan pihaknya selalu siap jika ada kecurigaan masyarakat terhadap sesuatu barang yang kemungkinan mengandung bahan radioaktif atau nuklir.
"Ada informasi mencurigakan kita pasti mendatangi lokasi tersebut dengan peralatan yang kita punyai untuk mendeteksi bahan radiaktif atau bahan nuklir,"katanya.
Ridwan mencontohkan peristiwa ketika ada kapal karam di Batam dan masyarakat curiga kapal tersebut membawa uranium. Laporan masyarakat ini diteruskan ke Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan diteruskan ke BAPETEN.
"Meski lokasi jauh di Batam kita tetap datang ke lokasi dan melakukan pemeriksaan dengan alat detektor, ternyata hasilnya negatif uranium," ceritanya.