Kades Terdakwa Pembunuh Salim Kancil Disebut Robin Hood
- VIVA.co.id/D.A. Pitaloka
VIVA.co.id - Tidak semua saksi yang dihadirkan dalam perkara peristiwa pembunuhan dan pengeroyokan dua aktivis antitambang di Lumajang, Jawa Timur, memberikan keterangan memberatkan. Ada pula yang meringankan buat terdakwa.
Seperti keterangan delapan saksi yang dihadirkan terdakwa Hariyono, Kepala Desa (Kades) Selok Awar-awar nonaktif, Kecamatan Pasirian, Lumajang. Delapan orang itu bersaksi untuk Hariyono di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis, 28 April 2016, dalam perkara pencucian uang dari tambang ilegal di desa setempat.
Saksi menyampaikan bahwa uang hasil tambang pasir yang dikelola tidak semua digunakan untuk kepentingan pribadi. Uang ilegal itu juga diberikan oleh terdakwa untuk kegiatan sosial dan keagamaan. Bagi delapan saksi itu, terdakwa ibarat legenda Robin Hood di Inggris, penjahat yang suka membantu warga lemah.
Saksi bernama Misbah, misalnya. Ia menjelaskan bahwa selama menjabat Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono terkenal dermawan. Ia mengetahui penambangan pasir yang belakangan bermasalah itu dilakukan terdakwa. Tapi ia juga mengaku mengtahui hasil tambang pasir itu banyak digunakan untuk kepentingan umum.
Di antaranya, disumbangkan Hariyono untuk pembangunan Masjid II sebesar Rp28 juta, Masjid Kebonan Rp38 juta, masjid di Kampung Selok Kebonan Rp28 juta, dan masjid di Dusun Pasir Rp38 juta. "Saya tahu sumbangan itu dari uang pasir karena Pak Hariyono yang bilang ke saya," kata Misbah.
Tain, saksi lain yang juga dihadirkan terdakwa, memberikan kesaksian soal dibebaskannya warga atas pungutan pajak oleh Kades Hariyono selama tahun 2014-2015. Itu, katanya, sesuai janji terdakwa saat mencalonkan sebagai kades. "Pak Hariyono mengambilkan uang pasir untuk menutupi pajak warga," ujarnya.
Lepas dari keterangan saksi meringankan itu, dalam dakwaan jaksa menjelaskan bahwa sebagian uang hasil tambang pasir juga diberikan Hariyono kepada anak buahnya di Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan pimpinan instansi pemerintah di Kecamatan Pasirian. Uang itu rutin diberikan agar penambangan berjalan mulus.
Terdakwa Hariyono juga menggunakan uang hasil tambang pasir untuk kepentingan pribadi. Di antaranya membeli lima unit mobil. "Juga menggunakan uang hasil tambangnya untuk membangun rumah di Desa Selok Awar-awar senilai Rp450 juta," kata jaksa Dodi pada sidang sebelumnya.
Seperti diberitakan, perkara itu bermula ketika dua aktivis antitambang, Salim Kancil dan Tosan, dikeroyok puluhan warga protambang di Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang, pada 26 September 2015. Salim Kancil tewas, sementara Tosan luka kritis. Total 37 orang jadi pesakitan dalam perkara itu.