Densus yang Tewaskan Siyono Dituntut Mutasi Hingga Pecat
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Sidang kode etik dua anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri, terkait kasus kematian terduga teroris Siyono asal Klaten, Jawa Tengah, memasuki agenda penuntutan.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar mengatakan, ada sejumlah hal yang dilanggar yaitu pasal 7 ayat 1 kode etik profesi.
"Setiap anggota polri wajib meningkatkan citra, soliditas, integritas anggotanya. Anggota polri wajib melakukan pekerjaan secara profesional, proporsional. Kemudian pasal 7 ayat 2, setiap anggota polri yang berkedudukan sebagai atasan wajib menunjukkan kepemimpinan yang melayani," kata Boy Rafli di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 27 April 2016.
Selain itu, kata Boy, dua orang tersebut telah melanggar etik kelembagaan sesuai pasal 13 ayat 2 huruf a. Setiap anggota polri, sebagai atasan dilarang memberi perintah bertentangan dengan norma hukum.
Tentunya, kata Boy, kedua anggota Densus 88 Antititeror yang mengawal Siyono akan dijatuhkan hukuman berat yaitu, tuntutan sanksi terhadap para pelanggar, untuk menyatakan permohonan maaf atas kekeliruannya kepada institusi Polri dan masyarakat.
"Yang berkaitan dimungkinkan dalam pelaksanaan sidang itu, tuntutannya untuk diusulkan diberhentikan dengan tidak hormat. Kemudian berkaitan adanya pendapat lain, mohon dapat dijatuhkan sanksi berupa mutasi yang sifatnya demosi, yaitu jadi orang ini dinilai enggak layak lagi bertugas di Densus dan patut dimutasi ke satuan yang lain," kata Boy.
Akan tetapi, kedua terduga pelanggar juga diberikan hak pembelaan oleh majelis etik, sehingga bisa dijadikan landasan oleh pimpinan majelis dalam memutuskan sidang nantinya.
"Sebagai terduga pelanggar tetap diberikan kesempatan untuk lakukan pembelaan, karena ini berkaitan dengan nasib dan masa depan yang bersangkutan. Oleh karena itu, nanti akan dilihat secara objektif, mana hal yang memberatkan dan meringankan," katanya.