KPK Kembali Periksa Anak Buah Ahok
- VIVA.co.id/ Moh Nadlir
VIVA.co.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi dari pihak Pemerintah Provinsi DKl Jakarta, Selasa 26 April 2016. Mereka antara lain, Asda pembangunan dan LH Setda DKI Jakarta, Gamal Sinurat; Kepala Bappeda, Tuti Kusumawati; serta Kasubbid Penataan Ruang, Pertamanan dan Pemakaman Bapedda DKI, Feirully Irzal.
Mereka akan diperiksa terkait kasus dugaan suap dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi di Teluk Jakarta.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha menyebut, ketiga orang tersebut diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Ketua Komisi D DPRD yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, M Sanusi.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MSN," kata Priharsa.
Tuty bersama Gamal diketahui sudah tiba di Gedung KPK untuk memenuhi panggilan sejak pukul 10.30 WIB. Keduanya tercatat sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan penyidik terkait kasus ini.
Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Triananda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran Rupiah.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.
Saat ini, penyidik baru menetapkan 3 orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
(mus)