Wakil Ketua DPRD Jakarta Kembali Dipanggil KPK
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
VIVA.co.id - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M. Taufik, kembali dijadwalkan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, hari ini, Senin 25 April 2016. Dia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah mengenai reklamasi di Teluk Jakarta.
"Diperiksa sebagai saksi," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi, Yuyuk Andriati, dalam pesan singkatnya.
Taufik diketahui sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan penyidik dalam kasus ini. Bahkan, ruang kerjanya sempat digeledah oleh penyidik, setelah KPK menangkap tangan adiknya, yakni Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi.
Bersama dengan Taufik, pada hari ini, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap beberapa orang saksi lainnya dari DPRD, antara lain Ongen Sangaji, Merry Hotma, Bestari Barus, dan Slamet Nurdin. Ongen, Merry, Bestari, serta Taufik, termasuk pada Badan Legislasi Daerah yang turut membahas mengenai dua Raperda Reklamasi. Sementara itu, Slamet merupakan Ketua Panitia Khusus Reklamasi.
Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja, beserta karyawannya, Triananda Prihantoro, terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, hingga miliaran rupiah.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut, diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir, pembahasannya mandeg, lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKI Jakarta. Namun, diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.
Saat ini, penyidik baru menetapkan tiga orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda, serta Sanusi. Namun, KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b, atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP. (asp)