Gandeng Polri Awasi Dana Desa agar Tak Ciptakan Ketakutan
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) meminta Polri tidak menciptakan ketakutan dalam mengawasi dana desa. Langkah itu agar dana desa dapat digunakan dengan cepat dan efektif.
"Kepolisian untuk bersama-sama mengawal dana desa agar tepat sasaran. Prinsipnya, bagaimana mereka tidak tercipta ketakutan yang berdampak pada akhirnya mereka tidak melakukan apa-apa," ujar Sekjen Kemendes PDTT, Anwar Sanusi, dalam siaran persnya, Rabu, 20 April 2016.
Sanusi mengatakan, sempat beredar isu bahwa dana desa akan memunculkan koruptor-koruptor baru di tingkat desa dan dianggap bisa meresahkan. Menurut dia, kekhawatiran itu pernah terjadi ketika dimulainya pelaksanaan Undang Undang Otonomi Daerah.
"Setelah dilaksanakan Undang Undang Otonomi Daerah, percikan masalah memang muncul, tapi daerah juga menjadi sangat berkembang. Arus urbanisasi desa dan kota semakin luar biasa. Kalau tidak ada intervensi secara efektif, ini akan sangat mengkhawatirkan," tuturnya.
Oleh karenanya, lanjut Sanusi, untuk melakukan pencegahan penyimpangan, dia berharap peran aktif Polri untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi pentingnya sadar hukum, terutama penggunaan dana desa.
"Selain mendorong kemandirian desa, dana desa juga membuka peluang penyelewengan, seperti tindakan korupsi. Oleh karena itu, Polri diharapkan dapat lebih aktif dalam upaya pencegahan dengan membantu sosialisasi, mengawasi, memonitor, dan menindaklanjuti tindakan korupsi terhadap penggunaan dana desa," ujarnya.
Sanusi menambahkan, ketidaksepahaman masyarakat tentang penggunaan dana desa berpeluang mengakibatkan konflik di masyarakat. Oleh karenanya, ia juga meminta Polri untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
"Dengan demikian, permasalahan yang ada di desa, tidak berujung pada konflik main hakim sendiri," ujarnya.
Sekadar diketahui, tahun ini adalah tahun kedua program dana desa. Tahun 2015 dana desa senilai Rp20,7 triliun, sedangkan 2016 meningkat cukup signifikan menjadi Rp46,9 triliun.