Dipanggil Kejaksaan, Koruptor di Medan Pilih Gantung Diri
VIVA.co.id – Darul Azli, terpidana kasus korupsi kredit fiktif BNI 46 senilai Rp117,5 miliar pada 2013, ditemukan tewas tergantung di dalam rumahnya, di Jalan Pelajar, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai, Medan, Sumatera Utara, Rabu, 20 April 2016.
Dari tempat kejadian, polisi menemukan almarhum sudah tak bernyawa, dengan kondisi leher terlibat seprai yang digantungkan di kusen pintu kamarnya.
Kemudian, petugas Polsek Medan Area yang berkoordinasi dengan tim identifikasi Mapolresta Medan. Dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi, polisi menemukan barang bukti satu surat panggilan dari Kejaksaan Negeri Medan dengan perihal pelaksanaan putusan Mahkamah Agung atas nama terpidana Darul Azli, seprai dan baju almarhum.
"Kita ketahui dari surat yang ditemukan itu, korban dipanggil dalam kasus tipikor status terpidana. Kalau dugaan bunuh diri ini kita belum tahu," ungkap Kapolsek Medan Area, Kompol M. Arifin di kantornya, Medan, Sumatera Utara.
Korban diduga nekat mengakhiri hidup karena stres menghadapi kasus korupsi yang menjeratnya. Terakhir diketahui, korban pada Selasa malam, 19 April 2016, menerima surat panggilan untuk dilakukan eksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan, Kamis mendatang, 21 April 2016. Setelah itu, korban tidak ke luar dari kediamannya.
"Dari keterangan saksi, diperkirakan korban bunuh diri sekitar pukul 02.00 WIB. Terkait hal ini kita koordinasi dengan pihak BNI dan pihak kejaksaan. Sementara, surat itu sudah kita amankan," tambah Arifin.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Medan, Haris Busllah, menjelaskan pihaknya juga telah menerima laporan kematian Darul Azli. "Memang sudah ada laporannya, kami juga sudah tahu," katanya di kantornya, Medan.
Saat ini, jenazah korban telah dibawa ke Rumah Sakit Permata Bunda, Medan. Rencananya jenazah akan dibawa ke Padang melalui Bandara Kualanamu untuk dikebumikan di kampung halamannya.
Untuk diketahui, Darul Azli merupakan satu diantara tiga staf BNI Cabang Medan, yang menjadi terpidana kasus korupsi kredit fiktif senilai Rp 117,5 miliar.
Di Pengadilan Tipikor Medan, dia dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 1 bulan kurungan. Pada tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan menambah hukumannya menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Keberatan terhadap putusan itu, Darul Azli mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, Hakim Agung menolaknya dan justru menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Medan.
Selain Darul, yang ketika itu merupakan Pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Cabang Jalan Pemuda, dua staf BNI lain di kasus ini adalah Radiyasto dan Titin Indriani.
Radiyasto merupakan Pimpinan Sentra Kredit Menengah (SKM) BNI Cabang Jalan Pemuda. Sedangkan Titin Indriani menjabat Relationship BNI SKM Medan.
Darul, Radiyasto dan Titin dinyatakan bersalah karena menguntungkan orang lain melalui analisa kredit sebesar Rp133 miliar untuk pembelian kebun kelapa sawit dan Pabrik kelapa sawit atas nama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL).
Dalam pengajuan kredit tersebut Boy Hermasnyah selaku direktur utama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL) memberikan jaminan sertifikat HGB 02, tertanggal 18 Agustus 2005. Ternyata sertifikat itu masih diagunkan di Bank Mandiri. Majelis hakim sepakat bahwa analisa kredit tidak dijalankan sesuai prosedur, sehingga memberikan keuntungan ilegal buat Boy Hermansyah.