Pemerintah Didesak Buat Peringatan di Perairan Filipina
- Ist
VIVA.co.id – Belum bebas 10 warga negara Indonesia (WNI) awak kapal tunda Brahma 12 yang disandera milisi Abu Sayyaf, kemarin, 17 April 2016, kembali empat WNI menjadi korban penculikan kelompok tidak dikenal di perairan Filipina selatan.Â
Terkait dengan terulangnya pembajakan di wilayah laut Filipina selatan ini, pemerintah kemudian memunculkan ide patroli bersama.Â
Menanggapi wacana itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, memperkirakan ide tersebut pasti ditolak Pemerintah Filipina.
Menurut dia, Pemerintah Filipina akan menolak apa pun tawaran kerja sama yang mengesankan mereka tidak mampu menanggulangi para pemberontak. "Kedaulatan untuk menegakkan panji-panji pemerintahan adalah segalanya bagi suatu negara," ujar Hikmahanto dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Senin 18 April 2016.
Hal itu juga berlaku untuk ide, agar kapal berbendera Indonesia dikawal kapal perang. "Ada dua alasan untuk tidak mengajukan ide tersebut," kata Hikmahanto.
Pertama, pembajakan terjadi bukan di laut lepas, tetapi di laut teritorial Filipina. Ini berarti kapal perang Indonesia tidak mungkin melakukan pengawalan memasuki kedaulatan negara lain.
Kedua, kalaupun Kapal Republik Indonesia (KRI) memiliki peran dan kemudian terlibat dalam bentrok senjata, ini akan berakibat Indonesia terlibat dalam perang saudara di Filipina.
"Indonesia saat ini sedang tidak berperang dengan para pemberontak Filipina dan kondisi ini harus terus dijaga," ujarnya.
Di masa mendatang, untuk mencegah kapal-kapal laut berbendera Indonesia dibajak kembali, maka sudah waktunya pemerintah mengidentifikasi dan memetakan di mana saja wilayah rawan di jalur laut ini.
"Memang harusnya ada warning agar tidak ke jalur rawan yang masih dikuasai pemberontak," tutur Hikmahanto.
Pemerintah dapat meminta agar perusahaan kapal dan para nakhoda menghindari wilayah ini. Meski berarti biaya yang ditanggung akan lebih mahal. Namun, opsi ini lebih baik daripada WNI terus menjadi korban penyanderaan, karena akan menguras tenaga dan biaya pemerintah.
Sebelumnya, .
Hal tersebut berkaca pada insiden empat WNIÂ diculik oleh kelompok tidak dikenal, di perairan Filipina selatan.
"Tadi, Presiden baru minta untuk menjajaki dengan Malaysia, Filipina karena itu daerah rute dagang kita, untuk pengamanan bersama," kata Menkopolhukam, Luhut Pandjaitan, di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu 17 April 2016.