Kesehatan Abu Bakar Baasyir Menurun
- Facebook Habib Rizieq
VIVA.co.id – Tim Pengacara Muslim memprotes sikap pemerintah yang mendiskriminasi terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir, di dalam Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih, Nusa Kambangan, Jawa Tengah.
Diskriminasi ini menyangkut sel isolasi dan juga beberapa larangan yang dibebankan hanya pada Abu Bakar Baasyir. Termasuk di antaranya larangan beribadah dan menerima kunjungan dari kerabat.
"Di ruang isolasi, dan memang menerima perlakuan yang berbeda, yang lebih keras dari zaman pemerintahan sebelumnya," ujar Ketua Tim Pengacara Muslim, Mahendradatta saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 14 April 2016.
Larangan paling berat adalah Baasyir tidak diperkenankan menunaikan ibadah salat Jumat. Padahal sebagai muslim, salat Jumat menjadi salah satu ibadah wajib. "Salat Jumat tidak diperbolehkan. Itu mulai satu atau dua minggu lalu," Mahendradatta menjelaskan.
Selain itu, katanya, ada pembatasan menerima pengunjung. Sekarang, hanya keluarga dan pengacaranya saja yang diperkenankan menemui Baasyir di dalam lapas.
"Itu bertentangan dengan Undang-undang Pemasyarakatan," ujar Mahendradatta.
Pengetatan terhadap Baasyir ini mulai terasa sejak dipindahkan dari Lapas Batu ke Lapas Pasir Putih. Kedua lapas ini masih berada di pulau Nusa Kambangan, Jawa Tengah. Sejak diisolasi ini, kondisi kesehatan Baasyir juga menurun.
"Karena usia, ginjalnya sudah lemah, kemudian gulanya juga tinggi. Semua fungsi pasti akan menurun," jelasnya.
Meski menurun, Mahendradatta membantah beredarnya kabar Abu Bakar Baasyir telah meninggal dunia. Menurutnya, informasi itu menyesatkan. "Itu isu liar Ustaz meninggal."
Tak hanya itu, dia juga membantah pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengungkapkan bahwa kondisi Baasyir semakin baik setelah dipindah lapas.
"Kami akan mengadukan ke Komnas HAM, dan ke DPR sesegera mungkin," tegas Mahendradatta.
Tindakan ini dilakukan karena sebelumnya, Tim Pengacara Muslim sudah melayangkan surat protes ke Presiden Joko Widodo, tapi sampai sekarang belum mendapatkan tanggapan. Jika pengaduan ke Komnas HAM dan DPR ini tak juga membuahkan hasil. Tim sudah menyiapkan beberapa upaya hukum lainnya.
"PTUN paling mentok, atau gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa," tutur Mahendradatta. (ase)