Diperiksa KPK 8 Jam, Bos Agung Sedayu Bungkam
- VIVA.co.id/ Bayu Nugraha
VIVA.co.id - Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KP) hampir sekitar delapan jam, Rabu, 13 April 2016.
Aguan yang diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi di Teluk Jakarta itu terlihat menyelesaikan pemeriksaan, sekitar pukul 18.00 WIB.
Namun, Aguan yang dikawal ketat oleh kolega serta petugas Kepolisian itu tidak mau memberikan komentarnya sedikit pun. Baik terkait pemeriksaan penyidik KPK, maupun terkait perkara yang telah menjerat sejumlah pihak itu.
Aguan mendapat kawalan ketat saat keluar dari Gedung KPK. Dia langsung dibawa masuk ke mobil yang telah menunggunya di depan lobi.
Diketahui, Aguan merupakan salah satu pihak yang turut diminta dicegah keluar negeri oleh KPK terkait kasus ini.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sempat menyebut Aguan berpotensi dapat turut terjerat dalam kasus tersebut. Menurut Saut, pencegahan Aguan tersebut juga dimaksudkan agar dia dapat fokus menghadapi kasus itu.
"(Pencegahan dilakukan) agar dia fokus pada kasus yang akan berpotensi melilit dirinya, tanpa harus suudzon dulu," kata Saut dalam pesan singkat saat dikonfirmasi, Senin, 4 April 2016.
Kendati demikian, Saut menyebut bahwa saat ini pihaknya masih terus mendalami kasus ini. Termasuk menelisik keterlibatan Aguan. "Ada potensi kaitannya," ujar Saut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, tercatat ada beberapa pengembang yang menggarap proyek reklamasi pengembangan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Di antaranya adalah PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro Land) serta PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Group).
Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Triananda Prihantoro telah ditahan lantaran mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, hingga miliaran rupiah.
Suap diduga terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali-kali tertunda. Disinyalir, pembahasannya mandek lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Saat ini, penyidik baru menetapkan 3 orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (ase)
Â