Kematian Janggal Siyono, Jokowi Harus Tegur Kapolri
- ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf
VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo diminta turun tangan menegur Polri agar transparan dalam mengungkap penyebab kematian Siyono, terduga teroris asal Klaten Jawa Tengah. Pasalnya, hingga saat ini, Polri belum juga menghukum anggota Densus yang diduga menganiaya Siyono hingga tewas.
"Ini yang bisa arahkan Presiden, karena Polri di bawah Presiden. Presiden harus minta Polri terbuka dalam menjalankan tugas, harus cepat memberikan informasi bukan menyembunyikan," kata Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar kepada VIVA.co.id, Rabu, 13 April 2016.
Menurut Bambang, keterlibatan Presiden dalam kasus ini bukan bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum, tapi untuk memastikan proses penegakan hukum dan kewenangan yang melekat pada anggota Polri berjalan sebagaimana mestinya.
"Kalau pemerintah melindungi, pemerintah keliru juga. Tujuannya supaya baik melalui tranparansi soal kewenangannya," ujar Staf Pengajar di Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia.
Apalagi, lanjut Bambang, pernyataan pejabat tinggi Polri yang seolah tak melihat ada kejanggalan dalam kematian Siyono. Maka dari itu, Presiden Joko Widodo perlu ingatkan Polri.
"Kalau berkelit, menunda-nunda, itu harus ditangkap sinyal itu oleh Presiden, 'eh Polisi kamu harus terbuka terhadap rakyat'," tegasnya.
Sebelumnya, Siyono, 33 tahun, terduga teroris yang ditangkap di Klaten, Jawa Tengah, tewas pada Jumat siang, 11 Maret 2016. Siyono tewas usai dijemput tim Densus 88 dari kediamannya di Klaten, Jawa Tengah.
Tewasnya Siyono menurut Kepolisian karena pria yang berusia 37 tahun itu berusaha melakukan perlawanan terhadap aparat di dalam mobil yang membawanya.
Namun berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan tim dokter forensik dari PP Muhammadiyah dan perwakilan dokter Polri, tidak ada bekas perlawanan dari Siyono. Kematiannya disebabkan ada pendarahan hebat akibat patah tulang di bagian dada yang menusuk jantung. Selengkapnya di . (ase)