Suap Reklamasi, Bos Agung Sedayu Aguan Penuhi Panggilan KPK
- VIVA/Taufik Rahadian
VIVA.co.id - Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu 13 April 2016.
Aguan yang memakai kemeja batik lengan panjang berwarna ungu itu tiba sekitar pukul 09.30 WIB. Dia nampak ditemani jumlah orang saat tiba di lembaga anti rasuah itu.
Saat dikonfirmasi mengenai pemeriksaannya itu, Aguan enggan memberikan tanggapannya. Dia langsung masuk ke dalam lobi Gedung KPK.
Diketahui, Aguan merupakan salah satu pihak yang turut diminta dicegah keluar negeri oleh KPK terkait kasus ini. Bahkan, KPK menduga ada keterlibatan Aguan dalam kasus yang telah menyeret Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang bahkan sempat menyebut Aguan berpotensi dapat turut terjerat dalam kasus tersebut. Menurut Saut, pencegahan Aguan tersebut juga dimaksudkan agar dia dapat fokus menghadapi kasus tersebut.
"(Pencegahan dilakukan) agar dia fokus pada kasus yang akan berpotensi melilit dirinya, tanpa harus suudzon dulu," kata Saut dalam pesan singkat saat dikonfirmasi, Senin 4 April 2016.
Kendati demikian, Saut menyebut bahwa saat ini pihaknya masih terus mendalami kasus ini. Termasuk menelisik keterlibatan Aguan. "Ada potensi kaitannya," ujar Saut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, tercatat ada beberapa pengembang yang menggarap proyek reklamasi pengembangan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Termasuk diantaranya adalah PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro Land) serta PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Group).
Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Triananda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran Rupiah.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil P?rovinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.
Saat ini, penyidik baru menetapkan 3 orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.