Kontroversi Uang Dua Gepok dari Polisi untuk Siyono

Ilustrasi penangkapan oleh Densus 88
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A Pitaloka

VIVA.co.id - Misteri uang dua gepok pemberian polisi untuk Suratmi, istri Siyono, terduga kasus terorisme yang tewas usai dijemput aparat Densus 88, perlahan mulai terkuak. Uang yang dibungkus kertas koran itu ternyata masing-masing berjumlah Rp50 juta, sehingga totalnya Rp100 juta.

Uang Kerohiman Kadensus 88 Bagi Siyono Dilaporkan ke KPK

Uang tersebut dibuka oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas, saat menyampaikan hasil autopsi yang dilakukan Muhammadiyah terhadap jenazah Siyono di kantor Komnas HAM, Senin, 11 April 2016.

Busyro mengatakan, uang tersebut nantinya akan digunakan untuk mengungkap sisi terang kematian pria terduga teroris beranak lima tersebut. "Uang ini akan digunakan, untuk mengungkap sisi terang proses kematian Siyono," kata Busyro.

Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti saat dikonfirmasi mengenai asal usul uang tersebut mengatakan, uang yang diberikan kepada keluarga terduga teroris Siyono bukan uang negara. Namun berasal dari uang pribadi Kepala Detasemen Khusus (Kadensus) 88 Antiteror.

Putusan Sidang Etik Kematian Siyono Tak Penuhi Rasa Keadilan

"Itu bukan uang negara. Uang pribadi dari Kadensus," kata Badrodin di Rupatama Mabes Polri, Selasa, 12 April 2016.

Menurut Badrodin, uang santunan semacam itu merupakan hal yang biasa diberikan, sebagai simpati kepada keluarga yang ditinggalkan. "Biasa kalau kita ada kematian pasti ada rasa simpatilah. Sebagai rasa berduka cita, itu sah-sah saja," katanya.

Namun pemberian uang dua gepok itu tetap saja janggal. Pasalnya, Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Dwi Prayitno, sebelumnya menyebut pemberian uang secara personal oleh anggota Polri sah dilakukan.

"Kita kan ada dana personal, boleh digunakan untuk operasional. Ada aturan pemerintahnya," kata Dwi Prayitno di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 1 April 2016 lalu.

Merusak Institusi

Pengamat Kepolisian, Komisaris Besar (Purn) Bambang Widodo Umar mengatakan, sepanjang sejarah Kepolisian, tidak pernah ada anggaran operasional Polri yang digunakan sebagai uang kerahiman kepada pihak-pihak yang telah dirugikan oleh tindakan aparat Kepolisian.

"Tidak ada itu anggaran belanja dialokasikan Polri untuk menanggulangi anggota yang melanggar hukum, rusak kalau begitu. Itu keliru," kata Bambang kepada VIVA.co.id, Selasa, 12 April 2016.

Menurut dia, apabila ada tindakan anggota Polri yang menciderai orang yang mengakibatkan seseorang itu meninggal dunia, maka Polri harus memastikan kasusnya diusut secara hukum dan membawa oknum anggota yang bertindak semena-mena itu ke pengadilan.

"Kalau dibiarin nanti diikuti lagi (anggota lain). Jangan dilindungi dengan cara kerahiman. Itu hanya sekedar meringankan (beban korban) tapi tidak ada efek untuk membebaskan orang," ujar lulusan Akabri Kepolisian 1971 itu.

Staf pengajar di Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia ini menilai, munculnya uang tersebut cenderung untuk melindungi tindakan aparat atas kematian Siyono.

Kontras Sesalkan Sidang Etik Kematian Siyono

"Kalau ada operasional (Polri) menciderai orang bayar sekian, itu keliru, nggak mungkin ada, dan harus ditiadakan. Tidak boleh."

(mus)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agus Rianto.

Polri Klaim Tak Ada Unsur Korupsi di Uang Kerohiman Siyono

Uang murni dari Kepala Densus kepada keluarga korban.

img_title
VIVA.co.id
20 Mei 2016