Densus 88 Bikin Mantan Pimpinan KPK Turut Usut Kasus Siyono
- ANTARA/Irsan Mulyadi
VIVA.co.id – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas berharap kasus Siyono menjadi kasus terakhir meninggalnya seorang terduga teroris atas penanganan polisi.
"Advokasi yang dilakukan adalah termasuk kontrol kepada negara. Kami sepakat, tragedi Siyono harus yang terakhir. Jangan, justru menjadi terus menerus tidak ada akhirnya," kata Busyro di Jakarta, Senin malam, 11 April 2016.
Menurut Busyro, upaya untuk menghentikan anarkisme dan kekerasan yang berujung pada kematian seseorang dengan dalih terorisme, menjadi tugas dan kewajiban negara yang harus segera dilakukan.
Bahkan, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut menilai, indikasi gerakan terorisme itu sendiri sudah lama tak ada.
"Masalahnya kasus seperti ini, ditangkap kemudian meninggal, itu tak pernah diungkap secara transparan, kebanyakan meninggal," kata Busyro.
Karenanya, dia mendorong penuntasan kasus-kasus tersebut harus dilakukan secara transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Makanya, langkah kami akademis, menggunakan nalar akademis," kata dia.
Busyro menambahkan, PP Muhammadiyah sendiri tegas mendukung adanya penegakan hukum yang bermartabat dalam pemberantasan terorisme.
"Misal, Siyono dikatakan gembong. Kalau gembong, kenapa tak dilumpuhkan. Proses pemberantasan terorisme sudah 17 tahun. Ini masalah serius, kenapa tak henti adanya korban, sudah 121 orang," ungkap dia.
Sebelumnya, Siyono (33 tahun), warga Klaten, Jawa Tengah, yang menjadi terduga teroris, meninggal pada Jumat siang, 11 Maret 2016. Dia tewas setelah dijemput paksa dan diperiksa tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri. (asp)